Oleh : Margita Widiyatmaka'
bila cinta tak melekat, apa yang kita berikan dan dapatkan
hanya hampa
seperti punya pipa tanpa air mengalirinya
seperti punya mata tanpa hati yang mengisinya
pu pi pi pu ma ma
pu ha ha pu ha ha
punya pipa punya mata
punya-punya hanya-hanya main-main saja
bila cinta tak melekat, baru bekerja saja besar keinginan untuk
minggat
sekalipun ganti tak mudah didapat
sekalipun nanti tak bakal jadi orang berpangkat
bila cinta tak melekat
apa yang tertanam pada jiwa bukanlah semangat, melainkan angan-
angan untuk lepas dari jerat
Gunungkidul, Oktober 1990.
Rabu, 28 Desember 2011
Jumat, 23 Desember 2011
KE MALANG SELINAP DI BATU
Oleh : Margita Widyatmaka
Berkali-kali ke Malang lewat tanjakan Pujon
senantiasa aku puja dan mohon imanku seteguh tegak menjulang pohon
mampir cafe malam di sisi jalan, nikmati jagung bakar, susu segar, serta
STMJ hingga Stamina Terjaga Menjadi Jago
Berkali-kali ke Malang, kalau tak ke Batu tiada terbilang
lembah-lembah hijau nan indah terukir sejarah
dikepung gunung-gunung, tempat merenung
bermalam di hotel, menaruh lelah
slalu ingat apel, saat 'kan pulang ke rumah
jalan pagi lalui Gang Samadi ke Gunung Panderman
ingatkan kaki, tujuan iman
Berkali-kali ke Malang, jangan biarkan waktumu berlalu tanpa kenangan
nikmati keindahan Swiss tanpa salju, Selecta yang tertata
anugerah berkah alam semesta
Songgoriti, sungguh punya arti, meski banyak cinta imitasi
tak usah ikut-ikutan kejar sunyi, bidik puteri emak
yang tersembunyi di balik semak-semak berduri
yang biasa dibonceng dan dibawa lari ke villa-villa indah
di lereng-lereng, di lembah-lembah
Batu East Java, December 16th 2011
Berkali-kali ke Malang lewat tanjakan Pujon
senantiasa aku puja dan mohon imanku seteguh tegak menjulang pohon
mampir cafe malam di sisi jalan, nikmati jagung bakar, susu segar, serta
STMJ hingga Stamina Terjaga Menjadi Jago
Berkali-kali ke Malang, kalau tak ke Batu tiada terbilang
lembah-lembah hijau nan indah terukir sejarah
dikepung gunung-gunung, tempat merenung
bermalam di hotel, menaruh lelah
slalu ingat apel, saat 'kan pulang ke rumah
jalan pagi lalui Gang Samadi ke Gunung Panderman
ingatkan kaki, tujuan iman
Berkali-kali ke Malang, jangan biarkan waktumu berlalu tanpa kenangan
nikmati keindahan Swiss tanpa salju, Selecta yang tertata
anugerah berkah alam semesta
Songgoriti, sungguh punya arti, meski banyak cinta imitasi
tak usah ikut-ikutan kejar sunyi, bidik puteri emak
yang tersembunyi di balik semak-semak berduri
yang biasa dibonceng dan dibawa lari ke villa-villa indah
di lereng-lereng, di lembah-lembah
Batu East Java, December 16th 2011
Jumat, 16 Desember 2011
RENUNGAN BULAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bulan merah simpan kata
kata indah memerah di dada
aku berserah pada Yang Kuasa
merasa lemah tiada daya
Bulan gelap di malam gerhana
Bumi meratap "aduh" sembunyikan luka
aku terlelap, luruh dalam doa
berharap bulan utuh tebarkan cahaya
Bulan sabit di langit terselip
jiwaku sakit terjepit di bukit
angan melangit, bintang-bintang berkedip
seakan tahu duka-lara membatu
sembuhkan luka
lancarkan laku
Bulan sabit, kawanku berbagi
ketika ada yang sakit, ia obati
dengan garis sinarnya ngiris nyeri jadi terapi
ketika ada yang terhimpit beban langit, ia kurangi
dengan tetesan air mukanya basahi bumi jadi rasa sejuk
ketika ada yang berdosa, ia mandikan
dengan doa kata-kata alamnya nembus malam jadi ilham
nyanyian langit, senandung adzan
semangat bangkit di kandung badan
Yogyakarta, 10 Desember 2011.
Bulan merah simpan kata
kata indah memerah di dada
aku berserah pada Yang Kuasa
merasa lemah tiada daya
Bulan gelap di malam gerhana
Bumi meratap "aduh" sembunyikan luka
aku terlelap, luruh dalam doa
berharap bulan utuh tebarkan cahaya
Bulan sabit di langit terselip
jiwaku sakit terjepit di bukit
angan melangit, bintang-bintang berkedip
seakan tahu duka-lara membatu
sembuhkan luka
lancarkan laku
Bulan sabit, kawanku berbagi
ketika ada yang sakit, ia obati
dengan garis sinarnya ngiris nyeri jadi terapi
ketika ada yang terhimpit beban langit, ia kurangi
dengan tetesan air mukanya basahi bumi jadi rasa sejuk
ketika ada yang berdosa, ia mandikan
dengan doa kata-kata alamnya nembus malam jadi ilham
nyanyian langit, senandung adzan
semangat bangkit di kandung badan
Yogyakarta, 10 Desember 2011.
Rabu, 07 Desember 2011
JALAN-JALAN KE PULAU BALI
- Oleh : Margita Widiyatmaka
Sepagi ini aku sampai Tanah Lot
santai, gembalakan kebebasan di pantai
lepaskan tegang otot, kurangi nyeri kaki yang menggerogot
Di tangga-tangga gapura menuju Pura Di atas Batu Karang,
kulihat orang-orang berpose dengan gaya artis kondang
saling memotret bergantian, lupa waktu terus berputar
berani bersanding dengan turis-turis cantik muda Jepang bertopi lebar
kulihat jua orang-orang menyentuh ular kecil keberuntungan di gundukan pasir
dituntun Juru Kunci, ucapkan cita-cita yang belum terealisir
agar dikabulkan permohonan mereka ke Hyang Widhi Wasa
Memandang Tanah Lot, terbayang aku Pulau Drini,
di kawasan pantai indah Gunungkidul, Yogyakarta
serupa, tapi tak sama; jiwaku masygul tiada tara
di tanah gersang tersembunyi mutiara
Melihat ujung dunia di Tanjung Benoa
geliat tubuh terbungkus pelampung
naik kapal pisang ditarik kapal kebut
uji nyali, melayang di atas air laut
puji ilahi, memandang batas cakrawala
keindahan alam semesta, dendangan tra-la-la
naik motor perahu ke teluk penyu bersama-sama
rindu yang tersimpan dalam pasir putih terbuka
hilangkan letih, luka, pedih dan duka
kagum berdecak di tengah Tarian Kecak, dan aroma turis-turis manca
di atas batuan kapur ini, kuisi buku mimpiku dengan sabar jadi sempurna
kukejar harapanku jadi kenyataan, rencanaku jadi pelaksanaan, dan
kesetiaanku jadi kemuliaan
Melihat orang-orang antri belanja Kaos Joger
terbayang olehku orang-orang antri belanja Kaos Dagadu
di Malioboro-Ngayogyakarta, entah asli atau palsu, yang penting Dagadu
di Bali, biar mahal, asal Joger, pasti dijamin ngiler
di Legian-Kuta ketemu rumah spa, dipanggil Tuan Abdul Muluk
dengan ramah aku disapa, dipersilahkan masuk
ada aroma terapi bunga warna-warni
bercampur keringat dan airmata sang pemijat
merendam kaki kakuku dalam baskom bermotif gadis Nippon
di rumah ini, kubunuh sepi
kesetiaan terbeli oleh keangkuhan
di mata sang pemijat aku jadi terhormat
dibelenggu ruang dikejar waktu, diperalat uang diumbar nafsu
tak kuat iman setan merayu
semoga Tuhan lindungi aku dari salah, bukan sekedar malu
dari kalah melawan janji-janji dan kesenangan melulu
Jalan-jalan ke Pulau Bali
mampir di Pantai Kuta senja hari
bermain pasir putih melukis mimpi sedih
angin berdesir mengais jiwa tersisih
hampir terlunta dibawa peri
tak tahu jalan ke Hotel Puri, tempat rombongan istirahatkan diri
nyaris tertinggal bus, aku berlari
Hari II (Kedua) :
di Galuh kita jadi pembelanja konveksi yang agresif dan konsumtif, jadi pemborong barang
di tengah Tarian Barong
kerna hujan deras sekali, ke Kintamani tak jadi
mampir Pasar Seni Sukawati, ketemu pacar SMA beli celana pantai biru warna
aku ditraktir, dibelikan dua
kenangan terukir penuh makna
Hari III (Terakhir) :
Kerna hujan masih deras sekali, ke Bedugul urung alias tak terkabul
hanya sempat kunjungi saudara kita "Kera Ekor Panjang" di Sangeh
Selamat tinggal, saudaraku, aku ingin pulang!
bukan aku tak mau memberi kau kacang maupun pisang,
tetapi aku khawatir caramu yang suka merebut apa saja yang kupegang
Lewat Gilimanuk menuju Ketapang, dengan kapal ferri kita menyeberang
pelajaran buruk jangan kita ulang, dengan niat awal baik kita berjuang
menuju kampung halaman penuh kalbu nyaman
Amien!
Rabu, 16 November 2011
LIDAH
Oleh : Margita Widiyatmaka
lidah pandai melipat-lipat lagu hingga berdesah
pada sepi yang menggunung lagu berdesah terkidung
tentang desa yang terhuyung, kering menantang dirundung alamnya
pada ramai yang mengguncang lagu berdesah terdendang
tentang kota yang tak megah, kotor-menggelontor penuh sampah
lidah berludah
kering dan kotor jadi basah
hilang sudah, jika kita mau berbenah!
Yogyakarta, Desember 1988.
lidah pandai melipat-lipat lagu hingga berdesah
pada sepi yang menggunung lagu berdesah terkidung
tentang desa yang terhuyung, kering menantang dirundung alamnya
pada ramai yang mengguncang lagu berdesah terdendang
tentang kota yang tak megah, kotor-menggelontor penuh sampah
lidah berludah
kering dan kotor jadi basah
hilang sudah, jika kita mau berbenah!
Yogyakarta, Desember 1988.
Sabtu, 29 Oktober 2011
CINTAKU BERMUNAJAT
Oleh : Margita Widiyatmaka
Cintaku dilumat kesunyian
oleh anugerah rahmat yang Kau limpahkan
merajam khurafat dan suratan bunyi-bunyian
tak ada lagi keramat sesat dan bunyi "tokek" peruntungan
yang ada hanyalah nikmat mendekat
kepada Sang Pencipta, aku bermunajat
Sleman, 29 Oktober 2011.
Cintaku dilumat kesunyian
oleh anugerah rahmat yang Kau limpahkan
merajam khurafat dan suratan bunyi-bunyian
tak ada lagi keramat sesat dan bunyi "tokek" peruntungan
yang ada hanyalah nikmat mendekat
kepada Sang Pencipta, aku bermunajat
Sleman, 29 Oktober 2011.
Rabu, 26 Oktober 2011
GEMERICIK ILHAM
Air mengalir tak pernah berakhir menyejukkan kepedihan
yang lahir bakal hidup karena harapan
yang mati bakal bangkit karena kepercayaan
Air mengalir tak pernah enggan memberikan cintanya pada kehidup-
an, menyatakan rindunya pada ikan-ikan
Gunungkidul, Juni 1990.
SENANDUNG PANGGUNG
Oleh : Margita Widiyatmaka
Panggung ini organisasi tanpa kursi, tempat menampung segala ma-
cam kepala penuh aspirasi
coba lihat greget para pemain dan penyanyinya!, cermin wajah ki-
ta yang ingin lepas dari himpitan Pak Sarela
Panggung ini tempat berjabat segala macam tangan
begitu dekat jarak kita untuk dapat saling menyapa
Panggung ini tempat membebaskan diri
mari kita lepaskan baju kita, tidak untuk berkelahi!
mari kita rapatkan barisan kita, untuk tujuan manusiawi!
Panggung ini bagaikan pelangi
harapan kita yang warna-warni tersalur dalam alunan melodi
Gunungkidul, Juni 1990.
Panggung ini organisasi tanpa kursi, tempat menampung segala ma-
cam kepala penuh aspirasi
coba lihat greget para pemain dan penyanyinya!, cermin wajah ki-
ta yang ingin lepas dari himpitan Pak Sarela
Panggung ini tempat berjabat segala macam tangan
begitu dekat jarak kita untuk dapat saling menyapa
Panggung ini tempat membebaskan diri
mari kita lepaskan baju kita, tidak untuk berkelahi!
mari kita rapatkan barisan kita, untuk tujuan manusiawi!
Panggung ini bagaikan pelangi
harapan kita yang warna-warni tersalur dalam alunan melodi
Gunungkidul, Juni 1990.
Jumat, 21 Oktober 2011
KEKUATAN KATA BAGI PENYAIR
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bagi penyair, memburu atau diburu kata itu biasa
biasa hirup kata terungkap maupun kata terselinap
biasa tangkap kata tahap demi tahap maupun kata kutu loncat
biasa berharap bisa, bukan biasa bisa berharap
Bagi penyair, kata meluncur bisa jadi peluru atau martir
kerna kata bisa jadi pembunuh atau korban
kerna kata bisa jadi hujatan atau pujian
kata dalam hujatan bukan semata bermakna kebencian
kata dalam pujian bukan semata bermakna kecintaan
semua bermuara ke laut kehati-hatian
Bagi penyair, kata adalah selimut jiwa yang dimaknai sebagai rasa
kerna dengan rasa yang bisa mereka setir dan akomodir
Insya Allah, kekuatan dan keindahan kata terukir
Bagi penyair, kesetiaan pada kata tak pernah berakhir
walau bumi retak maupun langit runtuh sekalipun
mereka tetap terbuai melantun kata
Bagi penyair, kemuliaan yang mereka damba adalah jadi Raja Kata
yang mahirkan semesta, menganyam kata jadi harta tak terhingga
yang lahirkan kata cinta dan ayoman kepada hamba lemah jiwa
tak terusik hiruk-pikuk dunia yang meracik keburukan jadi kebaikan
tak peduli himpitan, hambatan, atau ancaman kematian
mereka ciptakan kesempatan dalam kesempitan, penentangan jadi daya juang
mereka jaga kata, jadi surga hati dekat dari sifat Ilahi
Gunungkidul, 21 Oktober 2011.
Bagi penyair, memburu atau diburu kata itu biasa
biasa hirup kata terungkap maupun kata terselinap
biasa tangkap kata tahap demi tahap maupun kata kutu loncat
biasa berharap bisa, bukan biasa bisa berharap
Bagi penyair, kata meluncur bisa jadi peluru atau martir
kerna kata bisa jadi pembunuh atau korban
kerna kata bisa jadi hujatan atau pujian
kata dalam hujatan bukan semata bermakna kebencian
kata dalam pujian bukan semata bermakna kecintaan
semua bermuara ke laut kehati-hatian
Bagi penyair, kata adalah selimut jiwa yang dimaknai sebagai rasa
kerna dengan rasa yang bisa mereka setir dan akomodir
Insya Allah, kekuatan dan keindahan kata terukir
Bagi penyair, kesetiaan pada kata tak pernah berakhir
walau bumi retak maupun langit runtuh sekalipun
mereka tetap terbuai melantun kata
Bagi penyair, kemuliaan yang mereka damba adalah jadi Raja Kata
yang mahirkan semesta, menganyam kata jadi harta tak terhingga
yang lahirkan kata cinta dan ayoman kepada hamba lemah jiwa
tak terusik hiruk-pikuk dunia yang meracik keburukan jadi kebaikan
tak peduli himpitan, hambatan, atau ancaman kematian
mereka ciptakan kesempatan dalam kesempitan, penentangan jadi daya juang
mereka jaga kata, jadi surga hati dekat dari sifat Ilahi
Gunungkidul, 21 Oktober 2011.
Sabtu, 08 Oktober 2011
TAFAKUR
Oleh : Margita Widiyatmaka
Biarlah alam sembuhkan lukaku
oleh malam yang sertai lakuku
sejuk, di bawah lampu temaram
khusuk, beruah kalbu tentram
tawadhuk, berharap berkah alam
Biarlah alam sembuhkan lukaku
oleh malam yang benamkan angkuhku
kerna luka yang Engkau sembuhkan, aku jadi kuat
kerna dosa yang Engkau sembunyikan, aku jadi terhormat
Biarlah alam tumbuhkan kesadaran
oleh malam yang tanamkan kesabaran
Bagaikan pohon tegak tersebar di taman
keyakinannya memohon tinggi dan besar tak tergoyahkan
Bagaikan ombak di tengah lautan
kesetiaannya menepi tak pernah terhenti
Bagaikan bersandar pada sekoci alam raya
rintihan doaku terhindar dari mara-bahaya
Amien !
Gunungkidul, 8 Oktober 2011.
Biarlah alam sembuhkan lukaku
oleh malam yang sertai lakuku
sejuk, di bawah lampu temaram
khusuk, beruah kalbu tentram
tawadhuk, berharap berkah alam
Biarlah alam sembuhkan lukaku
oleh malam yang benamkan angkuhku
kerna luka yang Engkau sembuhkan, aku jadi kuat
kerna dosa yang Engkau sembunyikan, aku jadi terhormat
Biarlah alam tumbuhkan kesadaran
oleh malam yang tanamkan kesabaran
Bagaikan pohon tegak tersebar di taman
keyakinannya memohon tinggi dan besar tak tergoyahkan
Bagaikan ombak di tengah lautan
kesetiaannya menepi tak pernah terhenti
Bagaikan bersandar pada sekoci alam raya
rintihan doaku terhindar dari mara-bahaya
Amien !
Gunungkidul, 8 Oktober 2011.
Senin, 03 Oktober 2011
MAKNA CINTA PUTIH-BERSIH
Oleh : Margita Widiyatmaka
Cinta-kasih yang putih-bersih
tak kenal letih bagi Sang Kekasih
cinta-kasih bila tak putih-bersih, bukan cinta apalagi kasih
badan tersiksa hati merintih
Cinta-kasih, cinta bersayap
tak pinta emas apalagi permata
rindu-merindu, harap-mengharap
rindu meratap, harap bertatap
setia menunggu, tak meragu
sedia "jibaku" :
jiwa-badanku untuk kamu
kepedihanku kepedihanmu
kesedihanku kesedihanmu
keprihatinanku keprihatinanmu
kegembiraanku kegembiraanmu
kebahagiaanku kebahagiaanmu
separo jiwaku separo jiwamu
separo badanku separo badanmu
Gunungkidul, 3 Oktober 2011.
Cinta-kasih yang putih-bersih
tak kenal letih bagi Sang Kekasih
cinta-kasih bila tak putih-bersih, bukan cinta apalagi kasih
badan tersiksa hati merintih
Cinta-kasih, cinta bersayap
tak pinta emas apalagi permata
rindu-merindu, harap-mengharap
rindu meratap, harap bertatap
setia menunggu, tak meragu
sedia "jibaku" :
jiwa-badanku untuk kamu
kepedihanku kepedihanmu
kesedihanku kesedihanmu
keprihatinanku keprihatinanmu
kegembiraanku kegembiraanmu
kebahagiaanku kebahagiaanmu
separo jiwaku separo jiwamu
separo badanku separo badanmu
Gunungkidul, 3 Oktober 2011.
Selasa, 20 September 2011
LEGENDA GUA PINDUL, BANYUMOTO, DAN GELATIK
Oleh : Margita Widiyatmaka
Ini legenda gua alami
tentang bayi titipan Panembahan Senopati
Ini legenda gua alami
tentang bayi titipan Panembahan Senopati
yang pipinya memar-lebam "kebendul" (terantuk) dinding gua
sehingga guanya dinamakan Gua Pindul
karena ia menangis terus, air matanya mengalir jadi mata air Banyumoto
dan istananya tersembunyi di Gua Gelatik 'tuk istirah ketika jiwa-raga pegel,
lelah dan tak mampu berkutik
segalanya enak dipandang dan asyik
pahatan alam dari Yang Maha Unggul jadi panorama indah Gunungkidul
Ini legenda gua alami
tentang bayi titipan Panembahan Senopati
yang diungsikan Ki Juru Martani dan Surontani
dari istana puri menuju tanah Beji lewat Wonosari
Ini legenda gua alami
tentang bayi yang karena dosa ayahnya
ia harus disucikan di 7 (tujuh) sumber mata air
di seputar Gelaran
digelar di atas tikar, dosa dan kesalahan ayahnya telah dibakar
sedang dosa dan kesalahan sendiri tertimbang dan tertakar
jasadnya raib entah ke mana, wallahualam
jasadnya raib entah ke mana, wallahualam
tinggal tikar tersisa terkubur larut ke dalam akar-akar pepohonan nangka
penggal tingkah kasar serta memaksa, bersyukur atas limpahan karunia-Nya
hanyut ke bawah alam sadar, penuh ikhtiar dan doa kepada Sang Pencipta
hanyut ke bawah alam sadar, penuh ikhtiar dan doa kepada Sang Pencipta
Ini legenda gua alami
tentang bayi titipan Panembahan Senopati
yang pipinya memar-lebam "kebendul" (terantuk) dinding gua
sehingga guanya dinamakan Gua Pindul
karena ia menangis terus, air matanya mengalir jadi mata air Banyumoto
dan istananya tersembunyi di Gua Gelatik 'tuk istirah ketika jiwa-raga pegel,
lelah dan tak mampu berkutik
segalanya enak dipandang dan asyik
pahatan alam dari Yang Maha Unggul jadi panorama indah Gunungkidul
Gelaran, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, 20 Februari 2011
Sekretariat : Dewa Bejo (Desa Wisata Bejiharjo), tempat mangkal
para Pemandu Cave Tubing
para Pemandu Cave Tubing
![]() |
Selasa, 06 September 2011
SYAWALAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
Sehabis Lebaran, kita lebur
leburkan keakuan aneka warna bunga kultur di Taman Nusantara
leburkan kufur dan takabur jadi merendah nuansa tafakur
kepada sesama tak lupa sapa-tegur
dosa atau kesalahan masa lalu yang dibakar dalam kawah Candradimuka Puasa
karena ampunan-Nya terkubur
Sehabis Lebaran, kita lebar
lebarkan sayap kesabaran
penuh pengharapan dalam kebaikan
Sehabis Lebaran, kita luber
berkelimpahan pahala dan janji surga
rasa syukur senantiasa terjaga
Sehabis Lebaran, kita labur
laburkan jiwa berjelaga jadi putih bercahaya
Syawalan, Lebaran Kupat
saling memaafkan mengaku lepat
Syawalan, Bakda Kupat
menganyam ketupat dari daun kelapa muda
saling salam dan tangan berjabat
mohon maaf dan ampun tak santun ditunda
Daun kelapa muda alias janur sudah teranyam jadi ketupat
diisi beras dimatangkan jadi nasi putih
dapat ampunan dari Yang Maha Kuasa bermakna nur ilahi
yang membuat jasmani-rohani dan lahir-batin kita sebagai manusia suci-bersih
dari dosa atau kesalahan yang telah kita perbuat
Amien!
Gunungkidul, 6 September 2011.
Sehabis Lebaran, kita lebur
leburkan keakuan aneka warna bunga kultur di Taman Nusantara
leburkan kufur dan takabur jadi merendah nuansa tafakur
kepada sesama tak lupa sapa-tegur
dosa atau kesalahan masa lalu yang dibakar dalam kawah Candradimuka Puasa
karena ampunan-Nya terkubur
Sehabis Lebaran, kita lebar
lebarkan sayap kesabaran
penuh pengharapan dalam kebaikan
Sehabis Lebaran, kita luber
berkelimpahan pahala dan janji surga
rasa syukur senantiasa terjaga
Sehabis Lebaran, kita labur
laburkan jiwa berjelaga jadi putih bercahaya
Syawalan, Lebaran Kupat
saling memaafkan mengaku lepat
Syawalan, Bakda Kupat
menganyam ketupat dari daun kelapa muda
saling salam dan tangan berjabat
mohon maaf dan ampun tak santun ditunda
Daun kelapa muda alias janur sudah teranyam jadi ketupat
diisi beras dimatangkan jadi nasi putih
dapat ampunan dari Yang Maha Kuasa bermakna nur ilahi
yang membuat jasmani-rohani dan lahir-batin kita sebagai manusia suci-bersih
dari dosa atau kesalahan yang telah kita perbuat
Amien!
Gunungkidul, 6 September 2011.
Minggu, 28 Agustus 2011
PLING-PLANG-PLING-PLUNG ORANG KAMPUNG
Oleh : Margita Widiyatmaka
pling-plang-pling-plung
pelangi jingga di langit mendung
jiwa tertawa dengar senandung
senandung hilang aku berkabung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
Si Dul Wonosari pulang kampung
naik besi, besi capung
naik taksi dari bandara, tujuan kampung
tak bisa ditawar, bayarannya berjibun
semangat kasih-sayang, minta ampun
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
selamat datang selamat bergabung
kerabat datang teringat kampung
semangat kasih-sayang rekat terhubung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
dari jauh menuju gunung
kesah-keluh sudah terpasung
gerah peluh sudah terlarung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
dari gunung menuju lembah
setelah orang tua sungkem simbah
dada membusung kini terbelah
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
kejar tayang kejar untung
paling sayang paling beruntung
kurang sayang akhirnya "nggantung"
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cintaku tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
duduk tenang jiwa merenung
ikhlas-pasrah tak 'kan "nggantung"
hati "kimpling" raga terdukung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
banyak luang jangan cuma bingung
banyak peluang kita cari untung
dunia terpegang -- akherat terjunjung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
yuk kita gelar yuk kita gulung
kiamat datang kita terhuyung
dosa apa saja yuk kita hitung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
Gunungkidul, 28 Agustus 2011.
pling-plang-pling-plung
pelangi jingga di langit mendung
jiwa tertawa dengar senandung
senandung hilang aku berkabung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
Si Dul Wonosari pulang kampung
naik besi, besi capung
naik taksi dari bandara, tujuan kampung
tak bisa ditawar, bayarannya berjibun
semangat kasih-sayang, minta ampun
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
selamat datang selamat bergabung
kerabat datang teringat kampung
semangat kasih-sayang rekat terhubung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
dari jauh menuju gunung
kesah-keluh sudah terpasung
gerah peluh sudah terlarung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
dari gunung menuju lembah
setelah orang tua sungkem simbah
dada membusung kini terbelah
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
kejar tayang kejar untung
paling sayang paling beruntung
kurang sayang akhirnya "nggantung"
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cintaku tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
duduk tenang jiwa merenung
ikhlas-pasrah tak 'kan "nggantung"
hati "kimpling" raga terdukung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
banyak luang jangan cuma bingung
banyak peluang kita cari untung
dunia terpegang -- akherat terjunjung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
pling-plang-pling-plung
yuk kita gelar yuk kita gulung
kiamat datang kita terhuyung
dosa apa saja yuk kita hitung
mencari cinta tak ada ujung
pada Tuhan Yang Maha Agung, cinta tak 'kan terbendung
Gunungkidul, 28 Agustus 2011.
Kamis, 25 Agustus 2011
NYANYIAN POHON RINDU
Oleh : Margita Widiyatmaka
Kerinduan adalah kejujuran yang tak akan luntur oleh arus zaman
ia, nyanyian sebelum tidur di saat kesepian
ia, pernyataan cinta yang terkubur dan lebur dalam getar sukma
Mereka yang tak beria, ibarat laut tak berperahu
sedang perjalanan, takut untuk dialami
sedang maut, takut untuk dinanti
Kerinduan adalah bara hidup yang tak pernah padam, bahkan dalam
kelelahan ia masih kelihatan merahnya
Gunungkidul, Mei 1990.
Kerinduan adalah kejujuran yang tak akan luntur oleh arus zaman
ia, nyanyian sebelum tidur di saat kesepian
ia, pernyataan cinta yang terkubur dan lebur dalam getar sukma
Mereka yang tak beria, ibarat laut tak berperahu
sedang perjalanan, takut untuk dialami
sedang maut, takut untuk dinanti
Kerinduan adalah bara hidup yang tak pernah padam, bahkan dalam
kelelahan ia masih kelihatan merahnya
Gunungkidul, Mei 1990.
Selasa, 23 Agustus 2011
MEGA-MEGA ASA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Ada saatnya kita diam mengenal kelemahan
bukan untuk tenggelam didalam kekalahan
Ada saatnya kita diam menyusun kekuatan
bukan untuk tenggelam didalam ketakutan
Ada saatnya
saatnya nanti akan tiba
kita tidak mungkin lagi disiksa dan tersiksa dalam tembok birokrasi
kita tidak mungkin lagi diatasi dengan doa dan basa-basi
kita tidak mungkin lagi dininabobokan dengan cerita bintang,
bulan, dan keindahan wana pelangi
sebab semua butuh keterbukaan dan kepercayaan untuk saling mengisi
sebab semua butuh kenyataan, bukan ilusi
Ada saatnya
saatnya nanti akan tiba
kita tidak mungkin lagi dinilai atas dasar kalah dan menang,
senang dan tidak senang
sebab kita sama-sama terbang, membelah langit yang kita pandang
Gunungkdul, Agustus 1990.
Ada saatnya kita diam mengenal kelemahan
bukan untuk tenggelam didalam kekalahan
Ada saatnya kita diam menyusun kekuatan
bukan untuk tenggelam didalam ketakutan
Ada saatnya
saatnya nanti akan tiba
kita tidak mungkin lagi disiksa dan tersiksa dalam tembok birokrasi
kita tidak mungkin lagi diatasi dengan doa dan basa-basi
kita tidak mungkin lagi dininabobokan dengan cerita bintang,
bulan, dan keindahan wana pelangi
sebab semua butuh keterbukaan dan kepercayaan untuk saling mengisi
sebab semua butuh kenyataan, bukan ilusi
Ada saatnya
saatnya nanti akan tiba
kita tidak mungkin lagi dinilai atas dasar kalah dan menang,
senang dan tidak senang
sebab kita sama-sama terbang, membelah langit yang kita pandang
Gunungkdul, Agustus 1990.
Senin, 22 Agustus 2011
KEKUATAN DAN KELEMAHAN KITA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Sabar dan syukur : kekuatan kita untuk terhindar dari kufur
kufur terhadap nikmat Allah Yang Maha Luhur dan Berlimpah
kufur yang berakhir kafir
yang sabar tidak subur, jadi sabur
yang syukur jadi sukar, rasa terimaksih tak pernah terujar
kepada Tuhan senantiasa ingkar
Kabar-kabur : kelemahan kita yang terumbar lewat lidah lentur
yang tersiar : aib orang berdosa
jadi ludah kita, lama-lama kita jadi orang lebih berdosa
yang luhur jadi lahar tak berkah
Kekuatan kita untuk diam, bukan berarti biarkan orang berbuat dosa
kekuatan kita untuk berkata, bukan berarti mengumbar kata tanpa makna
Kekuatan kita : sabar dan syukur tanpa kabar-kabur
berlaku sabar, bersyukur kepada Tuhan tanpa langgar aturan
bertutur tanpa takabur maupun rendahkan sesama
kerja-usaha tak kenal susah
apapun yang terjadi kita pasrah
Gunungkidul, 22 Agustus 2011
Sabar dan syukur : kekuatan kita untuk terhindar dari kufur
kufur terhadap nikmat Allah Yang Maha Luhur dan Berlimpah
kufur yang berakhir kafir
yang sabar tidak subur, jadi sabur
yang syukur jadi sukar, rasa terimaksih tak pernah terujar
kepada Tuhan senantiasa ingkar
Kabar-kabur : kelemahan kita yang terumbar lewat lidah lentur
yang tersiar : aib orang berdosa
jadi ludah kita, lama-lama kita jadi orang lebih berdosa
yang luhur jadi lahar tak berkah
Kekuatan kita untuk diam, bukan berarti biarkan orang berbuat dosa
kekuatan kita untuk berkata, bukan berarti mengumbar kata tanpa makna
Kekuatan kita : sabar dan syukur tanpa kabar-kabur
berlaku sabar, bersyukur kepada Tuhan tanpa langgar aturan
bertutur tanpa takabur maupun rendahkan sesama
kerja-usaha tak kenal susah
apapun yang terjadi kita pasrah
Gunungkidul, 22 Agustus 2011
Senin, 15 Agustus 2011
MENCARI TUHAN DI KALI SUCI
Oleh : Margita Widiyatmaka
mencari Tuhan di celah bebatuan
susuri sungai semakin dalam
terpukau indah lukisan alam
terhalau bimbang terbentang harapan
mimpi-mimpiku terbayar kenyataan
mencari Tuhan di celah bebatuan
terpelanting aku dari ban putaran
terbanting aku di arus kesulitan
mencari selamat butuh kesabaran
hindari benturan dari batu kars
mencari bantuan bila diperlukan
memanjat tebing tidak butuh gagah
kuat kaki dan cengkeraman tangan
kuat 'nungging, pegangan tidak runtuh-patah
rasa syukurku di atas batu gajah
di hadapan-Mu aku runduk pasrah
mencari Tuhan di celah bebatuan
gemuruh air luruhkan keangkuhan
tersungkur aku di air terjun Gelung Ilahi
tusukan air di seluruh tubuhku sembuhkan mangkir dari sisi-Mu,
tumbuhkan syair dari akbar-Mu
mencari Tuhan di celah bebatuan
tertegun aku dibuat-Nya, melukis dinding batu tidak butuh galah garpu
mewarnai alam air terjun Gelung Ilahi ciptakan busur pelangi
dengan cerah mentari
hangat didekap-Mu, ingat siapa aku
lekat dilatar-Mu, ingat asalku, untuk apa dan bagaimana aku hidup
taubat istighfar kepada-Mu, ingat kemana setelah aku redup
Kali Suci (Cave Tubing), Semanu, Gunungkidul, 31 Juli 2011
mencari Tuhan di celah bebatuan
susuri sungai semakin dalam
terpukau indah lukisan alam
terhalau bimbang terbentang harapan
mimpi-mimpiku terbayar kenyataan
mencari Tuhan di celah bebatuan
terpelanting aku dari ban putaran
terbanting aku di arus kesulitan
mencari selamat butuh kesabaran
hindari benturan dari batu kars
mencari bantuan bila diperlukan
memanjat tebing tidak butuh gagah
kuat kaki dan cengkeraman tangan
kuat 'nungging, pegangan tidak runtuh-patah
rasa syukurku di atas batu gajah
di hadapan-Mu aku runduk pasrah
mencari Tuhan di celah bebatuan
gemuruh air luruhkan keangkuhan
tersungkur aku di air terjun Gelung Ilahi
tusukan air di seluruh tubuhku sembuhkan mangkir dari sisi-Mu,
tumbuhkan syair dari akbar-Mu
mencari Tuhan di celah bebatuan
tertegun aku dibuat-Nya, melukis dinding batu tidak butuh galah garpu
mewarnai alam air terjun Gelung Ilahi ciptakan busur pelangi
dengan cerah mentari
hangat didekap-Mu, ingat siapa aku
lekat dilatar-Mu, ingat asalku, untuk apa dan bagaimana aku hidup
taubat istighfar kepada-Mu, ingat kemana setelah aku redup
Kali Suci (Cave Tubing), Semanu, Gunungkidul, 31 Juli 2011
Rabu, 10 Agustus 2011
YANG GAYA DAN PALING GAYA
Oleh : Margita Widiyatmaka
yang gaya itu laki-laki
yang paling gaya itu perjaka
mejeng-mejeng di atas loteng
menenteng-nenteng gitar lobang
dipetik-petik, digenjreng-genjreng
mengemis pandang
horeee!
apalagi kalau bukan pandang perempuan,
atau lebih-lebih perawan
selagi belum ada pandang,
lubang dipegang-pegang
dawai didenting-dentingkan
sekali-sekali dihentakkanlah cengkeramannya pada fret nada
teriak-teriak lengking lejit
panggil-panggil Camelia-Ebit.
Yogyakarta, Mei 1988.
Selasa, 09 Agustus 2011
DONGENG SERIBU SATU MALAM
Oleh : Margita Widiyatmaka
Saudaraku memang air mata
sudah dibantu sedemikian rupa sehingga, rupa-rupanya masih me-
nggantungkan kemurahan Sang Bapa, yang kaya kue--kuenya habis
dibagi rata, yang kaya kasih--kasihnya tersimpan dalam doa
Saudaraku bernama Luh Juwita
kebebasannya terbatas pada kaca, dan usia mudanya dirampas oleh
rasa terpaksa
Saudaraku Luh Juwita
waktu aku masih kecil sering mendongeng tentang seorang pemuda
dusun, pencari kayu bakar, yang dapat menyelamatkan seorang Puteri
Raja--pelarian dari Negeri Daha yang sedang dilanda kudeta
dalam dongeng itu, akhirnya keduanya berikrar untuk hidup tegar
seakar-sejiwa di tengah api yang sedang berkobar
Saudaraku Luh Juwita
air matanya yang ungu masih tersisa di langit biru
menjadikan aku haru mengenangmu
Yogyakarta, Maret 1991.
Saudaraku memang air mata
sudah dibantu sedemikian rupa sehingga, rupa-rupanya masih me-
nggantungkan kemurahan Sang Bapa, yang kaya kue--kuenya habis
dibagi rata, yang kaya kasih--kasihnya tersimpan dalam doa
Saudaraku bernama Luh Juwita
kebebasannya terbatas pada kaca, dan usia mudanya dirampas oleh
rasa terpaksa
Saudaraku Luh Juwita
waktu aku masih kecil sering mendongeng tentang seorang pemuda
dusun, pencari kayu bakar, yang dapat menyelamatkan seorang Puteri
Raja--pelarian dari Negeri Daha yang sedang dilanda kudeta
dalam dongeng itu, akhirnya keduanya berikrar untuk hidup tegar
seakar-sejiwa di tengah api yang sedang berkobar
Saudaraku Luh Juwita
air matanya yang ungu masih tersisa di langit biru
menjadikan aku haru mengenangmu
Yogyakarta, Maret 1991.
BUKA LANGIT
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bismillah
kalutku dibuang ke laut
buluku dipecut-pecut, berani hadapi maut
Bismillah
senja lukis titik, malam lukis garis
sepi simpan garis
Bismillah
kukomat-kamit di kaki bukit
melihat ke atas, banyak dhemit!
melihat ke bawah, aduh amit-amit!
Yogyakarta, Maret 1988.
Bismillah
kalutku dibuang ke laut
buluku dipecut-pecut, berani hadapi maut
Bismillah
senja lukis titik, malam lukis garis
sepi simpan garis
Bismillah
kukomat-kamit di kaki bukit
melihat ke atas, banyak dhemit!
melihat ke bawah, aduh amit-amit!
Yogyakarta, Maret 1988.
SUARA KAU
Oleh : Margita Widiyatmaka
crik crik crik
kau campakkan otak semrawutku
kau cabuti bulu takutku
kau tumbuhi hati suci keyakinan
kau resapi alami sunyi dalam dalam
crik crik crik
getarkan hidung telingaku
diamkan mulut beribu setan menganga
lampirkan surat kaum melarat
sampirkan hasrat di bumi berkarat nanti
crik crik crik
cengkerik berkepanjangan
rinduku padamu tak tertahan
berjuta setan pendengarannya pecah
korban revolusi zaman tak beraturan
berjuta setan moncongnya divitalkan
membunyikan terompet-terompet kebisingan
berkepanjangan
* Yogyakarta 27 Sya'ban 1400 H atau 10 Juli 1980, dikutip dari "QUBAH" , sebuah antologi puisi, Hal. 15, yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Muslim Study Group (MSG) Yogyakarta
Minggu, 07 Agustus 2011
LUPA LAUT
Oleh : Margita Widiyatmaka
sebut laut lupa sabet
jabat laut lupa jabar
sambut laut lupa sambar
lambat laun lupa alun
salam laut lupa selam
sangat takut ada siluman
lihat laut lupa libat
geliat laut lupa digelut
labuh laut lupa lebih
penuh laut lupa diraih
karang laut didendang "oh, la-la"
seberang laut lupa segala
Yogyakarta, Maret 1989.
sebut laut lupa sabet
jabat laut lupa jabar
sambut laut lupa sambar
lambat laun lupa alun
salam laut lupa selam
sangat takut ada siluman
lihat laut lupa libat
geliat laut lupa digelut
labuh laut lupa lebih
penuh laut lupa diraih
karang laut didendang "oh, la-la"
seberang laut lupa segala
Yogyakarta, Maret 1989.
Kamis, 04 Agustus 2011
AKU TAK TAHU
Oleh : Margita Widiyatmaka
tanda adanya isu, langit biru terkelupas kuku
tanda adanya susu, puting memerah muka tersipu
tanda adanya sapi, sapa mendesah dari tumpukan jerami
tanda adanya lemak babi, ba ba bu bu bi bi baru dalam syak-prasangka
lalu dari mana datangnya isu susu sapi lemak babi??
dari gerutu terbing, ataukah desir kencing?
astaga, langit biru jadi kelabu sementara waktu!
Yogyakarta, Januari 1989.
tanda adanya isu, langit biru terkelupas kuku
tanda adanya susu, puting memerah muka tersipu
tanda adanya sapi, sapa mendesah dari tumpukan jerami
tanda adanya lemak babi, ba ba bu bu bi bi baru dalam syak-prasangka
lalu dari mana datangnya isu susu sapi lemak babi??
dari gerutu terbing, ataukah desir kencing?
astaga, langit biru jadi kelabu sementara waktu!
Yogyakarta, Januari 1989.
SAJAK NUSANTARA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Dengar denyarnya
dengar siarnya
sajak Nusantara bergema
di angkasa biru kerudung mori
tatakala suara air bernyanyi, dan mengalir seni
tatkala kaulihat nyiur lambai-melambai gemulai, dan masih kau-
dengar denyarnya
Selepas pandangan pertama
yang tiada mungkin dihindarkan
matamu rindu, mataku jua
maju selangkah
kucium sejengkal tanah antarsawah
kucium setetes air antarpulau
kucium segalanya demi kasih
*Gunungkidul, 1977, puisi ini merupakan salah satu pemenang Lomba HUT Kedaulatan Rakyat (Majalah Gatotkaca) di Yogyakarta..
Dengar denyarnya
dengar siarnya
sajak Nusantara bergema
di angkasa biru kerudung mori
tatakala suara air bernyanyi, dan mengalir seni
tatkala kaulihat nyiur lambai-melambai gemulai, dan masih kau-
dengar denyarnya
Selepas pandangan pertama
yang tiada mungkin dihindarkan
matamu rindu, mataku jua
maju selangkah
kucium sejengkal tanah antarsawah
kucium setetes air antarpulau
kucium segalanya demi kasih
*Gunungkidul, 1977, puisi ini merupakan salah satu pemenang Lomba HUT Kedaulatan Rakyat (Majalah Gatotkaca) di Yogyakarta..
Rabu, 03 Agustus 2011
MENUNGGU
Oleh : Margita Widiyatmaka
Menunggu .... menunggu ... !
hingga hilang akar kesabaranku
yang ditunggu laut tak berperahu
yang ditunggu gunung tak berair-kayu
yang ditunggu lembah tak bermata air
yang ditunggu angin tak bermata arah
yang ditunggu duri tak ber-an
Sudah saatnya aku menyerang
turun dari gunung untuk bertandang
apalagi yang aku tunggu?!
keteraturan tak bisa lagi diharapkan kepastiannnya
perubahan tak mudah lagi diterka arahnya
apalagi yang aku tunggu?!
bila mendung tak juga jadi hujan
bila keluh tak juga jadi peluh
apalagi yang aku tunggu?!
Menunggu ... menunggu ... !
hingga hilang akar kesabaranku
bila aku ingin hanya angan-angan saja
bila aku ingin hanya rasan-rasan saja
Menunggu ... menunggu ...!
hingga hilang akar kesabaranku
bila aku ingin hanya main-main saja
bila aku ingin hanya lain-lain saja
bila aku yakin hanya kata-kata saja
Menunggu ... menunggu ... !
apalah artinya menunggu kalau gunung seribu tetap termenung
meratapi nasibku?
apalah artinya menunggu kalau laut yang bergelora belum juga
aku dapatkan sebentuk cintanya?
apalah artinya menunggu kalau hanya saling ganggu?
apalah artinya menunggu kalau hanya saling gerutu?
apalah artinya menunggu kalau hanya saling cemburu?
Sudah saatnya aku menyerang!
untuk melunasi hutangku kepada keadaan
untuk mendapatkam duniaku dalam kebahagiaan
untuk mengembalikan air mataku yang hilang percuma!
Yogyakarta, Nopember 1990.
Menunggu .... menunggu ... !
hingga hilang akar kesabaranku
yang ditunggu laut tak berperahu
yang ditunggu gunung tak berair-kayu
yang ditunggu lembah tak bermata air
yang ditunggu angin tak bermata arah
yang ditunggu duri tak ber-an
Sudah saatnya aku menyerang
turun dari gunung untuk bertandang
apalagi yang aku tunggu?!
keteraturan tak bisa lagi diharapkan kepastiannnya
perubahan tak mudah lagi diterka arahnya
apalagi yang aku tunggu?!
bila mendung tak juga jadi hujan
bila keluh tak juga jadi peluh
apalagi yang aku tunggu?!
Menunggu ... menunggu ... !
hingga hilang akar kesabaranku
bila aku ingin hanya angan-angan saja
bila aku ingin hanya rasan-rasan saja
Menunggu ... menunggu ...!
hingga hilang akar kesabaranku
bila aku ingin hanya main-main saja
bila aku ingin hanya lain-lain saja
bila aku yakin hanya kata-kata saja
Menunggu ... menunggu ... !
apalah artinya menunggu kalau gunung seribu tetap termenung
meratapi nasibku?
apalah artinya menunggu kalau laut yang bergelora belum juga
aku dapatkan sebentuk cintanya?
apalah artinya menunggu kalau hanya saling ganggu?
apalah artinya menunggu kalau hanya saling gerutu?
apalah artinya menunggu kalau hanya saling cemburu?
Sudah saatnya aku menyerang!
untuk melunasi hutangku kepada keadaan
untuk mendapatkam duniaku dalam kebahagiaan
untuk mengembalikan air mataku yang hilang percuma!
Yogyakarta, Nopember 1990.
Kamis, 28 Juli 2011
RELIEF SUNGAI
Oleh : Margita Widiyatmaka
Sungai-sungai yang mengukir batu, yang menembus jantung gunungku
adalah darah alamku
adalah jiwa hutanku
berkelak-kelok menyimpan goresan masa lalu
Sungai-sungai adalah lukisan rasa dan pikiran bumiku, yang timbul
dan tenggelam dalam hidup dan keseharian penghuninya
Gunungkidul, Nopember 1991.
Sungai-sungai yang mengukir batu, yang menembus jantung gunungku
adalah darah alamku
adalah jiwa hutanku
berkelak-kelok menyimpan goresan masa lalu
Sungai-sungai adalah lukisan rasa dan pikiran bumiku, yang timbul
dan tenggelam dalam hidup dan keseharian penghuninya
Gunungkidul, Nopember 1991.
SKETSA ALAM
Oleh : Margita Widiyatmaka
Air di mata penyair adalah kata-kata
bila ia mengalir menembus jantung gunung, itulah renungan suatu
cita-cita
Tanah di mata penyair adalah darah jiwa
bila ia mengalir ke dalam tubuh tumbuhan, itulah kebutuhan bagi
keberlangsungan kehidupan
Angin di mata penyair adalah angan-angan
bila ia bergerak mendekati langit jingga, itulah jarak antara
harapan dan kenyataan
Pelangi di mata penyair adalah busur hati
bila ia berpanah putih melati, itulah gambaran suatu
citra abadi
Gunungkidul, Desember 1991.
Air di mata penyair adalah kata-kata
bila ia mengalir menembus jantung gunung, itulah renungan suatu
cita-cita
Tanah di mata penyair adalah darah jiwa
bila ia mengalir ke dalam tubuh tumbuhan, itulah kebutuhan bagi
keberlangsungan kehidupan
Angin di mata penyair adalah angan-angan
bila ia bergerak mendekati langit jingga, itulah jarak antara
harapan dan kenyataan
Pelangi di mata penyair adalah busur hati
bila ia berpanah putih melati, itulah gambaran suatu
citra abadi
Gunungkidul, Desember 1991.
KEKUATAN KITA
Oleh : Margita Widiyatmaka
sejarah telah ajarkan pada kita untuk memihak matahari, yang pi-
jari perubahan rona
belajar kita padanya agar tidak gampang menyerah pada kata dan
sorot mata sebelum alam semesta terbaca
pijar kita pijar matahari
bila kita ingkar janji, matahari bakar karunia Ilahi
bila kita belajar tepati, matahari jabarkan arti
Gunungkidul, Mei 1989.
sejarah telah ajarkan pada kita untuk memihak matahari, yang pi-
jari perubahan rona
belajar kita padanya agar tidak gampang menyerah pada kata dan
sorot mata sebelum alam semesta terbaca
pijar kita pijar matahari
bila kita ingkar janji, matahari bakar karunia Ilahi
bila kita belajar tepati, matahari jabarkan arti
Gunungkidul, Mei 1989.
MENJELANG AJALMU
Oleh : Margita Widiyatmaka
Hijau daun layu ditiup angin lalu
bak hidupmu yang lesu, kehilangan darah biru
Kering embun pagi di batu yang gersang
bak hidupmu yang koma, menunggu datangnya titik hilang
Gunungkidul, Desember 1991.
Hijau daun layu ditiup angin lalu
bak hidupmu yang lesu, kehilangan darah biru
Kering embun pagi di batu yang gersang
bak hidupmu yang koma, menunggu datangnya titik hilang
Gunungkidul, Desember 1991.
TITIK-TITIK KEHIDUPAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
Hati kecilku pelangi
dalam gigil yang sepi masih kuat bernyanyi
walau harus kehilangan cinta, aku masih pelangi
Hati kecilku kenari
dalam gigil yang sepi masih kuat menari
walau harus bosan memandang langit hati, aku masih kenari
Hati kecilku matahari
dalam gigil yang sepi masih kuat bersinar
lewat kekuatan jari-jemari Ilahi
Gunungkidul, Nopember 1991.
Hati kecilku pelangi
dalam gigil yang sepi masih kuat bernyanyi
walau harus kehilangan cinta, aku masih pelangi
Hati kecilku kenari
dalam gigil yang sepi masih kuat menari
walau harus bosan memandang langit hati, aku masih kenari
Hati kecilku matahari
dalam gigil yang sepi masih kuat bersinar
lewat kekuatan jari-jemari Ilahi
Gunungkidul, Nopember 1991.
Rabu, 27 Juli 2011
YANG RAWAN DAN PALING RAWAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
yang rawan itu perempuan
yang paling rawan itu perawan
duduk-duduk di depan pintu rumah
menyibak-nyibak rambut kepala tetangga sebelah
horeee!
kutu satu jadi kata batu
kutu dua jadi kata duga
kutu tiga jadi kata tega
oh, tega!
perempuan atau perawan meremas-remas
kutu satu hingga tiga
yang rawan itu rambut perempuan
yang paling rawan itu rambut perawan
tunggu-tunggu kutu satu jadi kata saru
kutu dua jadi kata "duhai"
kutu tiga jadi kata iga
oh, lebih tega!
perempuan atau perawan memeras
kutu kedua hingga keempat
empat-tiga-dua isyaratkan kata "impit--iga-dua"
ji-sam-su, "jinaklah-pisang-susu"
Yogyakarta, Mei 1988.
SENANDUNG GUNUNG MENYIBAK MENDUNG
Oleh : Margita Widiyatmaka
Mari kita bicara dari hati ke hati sebelum menyesal kehilangan se-
suatu yang berarti
langit berpelangi isyaratnya, bumi berseri tempatnya
kita harus berbuat meninggikan martabat
saling mengerti tanpa dendam-kesumat
Mari kita bicara dari hati ke hati sebelum mengenal keadilan yang
sejati
langit tak pernah menjadi kanvas mati bagi lukisan persahabatan
kita yang abadi
bumi tak pernah ingkar saksi atas cinta kita yang saling menyelami
tanpa beban dan prasangka iri
Gunungkidul, Desember 1990.
Mari kita bicara dari hati ke hati sebelum menyesal kehilangan se-
suatu yang berarti
langit berpelangi isyaratnya, bumi berseri tempatnya
kita harus berbuat meninggikan martabat
saling mengerti tanpa dendam-kesumat
Mari kita bicara dari hati ke hati sebelum mengenal keadilan yang
sejati
langit tak pernah menjadi kanvas mati bagi lukisan persahabatan
kita yang abadi
bumi tak pernah ingkar saksi atas cinta kita yang saling menyelami
tanpa beban dan prasangka iri
Gunungkidul, Desember 1990.
LUKISAN DUNIA KOTA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Cuaca kehidupan kota membuat mata merah-darah
wajah resah, tangan pun lalu gerah dalam memperebutkan nafkah
Lihatlah dunia mereka!
mengejar gebyar secara liar
menangis-merintih, sukma terbakar
Di dalam bis kota
serba-serbi manusia berbaur
sisakan keringat, darah, debu, dan kotoran
anak-anak jalanan berlomba jajakan koran, majalah hiburan, dan
macam-macam jajanan
kerongkongan mereka kering, karena jeritan mereka yang terlalu
sering
Lihatlah dunia kota!
di jalan-jalan, dan bangunan-bangunan yang mereka susun,
kita menjadi gelandangan yang masih sempat tertegun
Yogyakarta, Pebruari 1991.
Cuaca kehidupan kota membuat mata merah-darah
wajah resah, tangan pun lalu gerah dalam memperebutkan nafkah
Lihatlah dunia mereka!
mengejar gebyar secara liar
menangis-merintih, sukma terbakar
Di dalam bis kota
serba-serbi manusia berbaur
sisakan keringat, darah, debu, dan kotoran
anak-anak jalanan berlomba jajakan koran, majalah hiburan, dan
macam-macam jajanan
kerongkongan mereka kering, karena jeritan mereka yang terlalu
sering
Lihatlah dunia kota!
di jalan-jalan, dan bangunan-bangunan yang mereka susun,
kita menjadi gelandangan yang masih sempat tertegun
Yogyakarta, Pebruari 1991.
Selasa, 26 Juli 2011
RANCAK BAHAK
Oleh : Margita Widiyatmaka
Dikesunyian malam kuasyik membaca karya indah alam
Diketeduhan bulan bayanganku samar selinap di akar
Kecewa-rindu terobati sudah
Gelisah terkikis di wajah
Tertawa aku kehilangan marah
Tertawa oh aku tertawa, bukan gila!
Dikedamaian malam kuasyik bercanda dengan langit-bintang
Badan sakit sudah tidak terasa
bangkit aku dari mimpi panjang
Yogyakarta, Maret 1991.
Dikesunyian malam kuasyik membaca karya indah alam
Diketeduhan bulan bayanganku samar selinap di akar
Kecewa-rindu terobati sudah
Gelisah terkikis di wajah
Tertawa aku kehilangan marah
Tertawa oh aku tertawa, bukan gila!
Dikedamaian malam kuasyik bercanda dengan langit-bintang
Badan sakit sudah tidak terasa
bangkit aku dari mimpi panjang
Yogyakarta, Maret 1991.
SONG FOR "SANG DEWI"
Oleh : Margita Widiyatmaka
Guruku Sang Dewi, tempat aku belajar menganyam rindu
menjadi ramalan masa depan Tahun 2000 (dua ribu)
Guruku Sang Dewi, tempat aku berlayar mengejar bayang-bayang ma-
tahari, dan melukis buih menjadi nilai lebih
Guruku Sang Dewi, tema hidup dalam syukurku
Ia pahat dalam warna yang teramat putih, merasuk ke dalam
jiwa-ragaku yang letih
Guruku Sang Dewi, tempat aku membebaskan sepi dari kematian yang
tidak berarti
Guruku Sang Dewi, tema hidup sehari-hari yang membangkitkan gai-
rah bumi untuk bernyanyi dan atau menari
Gunungkidul, Juni 1991
Guruku Sang Dewi, tempat aku belajar menganyam rindu
menjadi ramalan masa depan Tahun 2000 (dua ribu)
Guruku Sang Dewi, tempat aku berlayar mengejar bayang-bayang ma-
tahari, dan melukis buih menjadi nilai lebih
Guruku Sang Dewi, tema hidup dalam syukurku
Ia pahat dalam warna yang teramat putih, merasuk ke dalam
jiwa-ragaku yang letih
Guruku Sang Dewi, tempat aku membebaskan sepi dari kematian yang
tidak berarti
Guruku Sang Dewi, tema hidup sehari-hari yang membangkitkan gai-
rah bumi untuk bernyanyi dan atau menari
Gunungkidul, Juni 1991
SKETSA
Oleh : Margita Wiodiyatmaka
Aku lahir di atas batu, batu karang, batunya orang-orang terbuang
yang menyimpan dendam pada kemiskinan, dan mengendapkan malam pada
keyakinan bahwa suatu ketika aku akan ditelan oleh siluman laut
selatan, kalau tak segera benahi jalan pikiran
Gunungkidul, Juli 1991
Aku lahir di atas batu, batu karang, batunya orang-orang terbuang
yang menyimpan dendam pada kemiskinan, dan mengendapkan malam pada
keyakinan bahwa suatu ketika aku akan ditelan oleh siluman laut
selatan, kalau tak segera benahi jalan pikiran
Gunungkidul, Juli 1991
Sabtu, 23 Juli 2011
SYARAT
Oleh : Margita Widiyatmaka
Ke mana pun engkau pergi, bila engkau tidak mau dan mampu menger-
ti kerajaan hati
engkau akan terhempas diterpa rasa diri
Ke mana pun engkau pergi, bila engkau tidak mau dan mampu menger-
ti karunia langit dan bumi, laut dan matahari
engkau tidak akan berarti
engkau akan menjadi pemimpi, tidak bisa memimpin diri yang sejati
apapun yang engkau ingin, apapun yang engkau batin
hanyalah buih yang tak 'kan menjadi inti
Gunungkidul, Nopember 1990.
Ke mana pun engkau pergi, bila engkau tidak mau dan mampu menger-
ti kerajaan hati
engkau akan terhempas diterpa rasa diri
Ke mana pun engkau pergi, bila engkau tidak mau dan mampu menger-
ti karunia langit dan bumi, laut dan matahari
engkau tidak akan berarti
engkau akan menjadi pemimpi, tidak bisa memimpin diri yang sejati
apapun yang engkau ingin, apapun yang engkau batin
hanyalah buih yang tak 'kan menjadi inti
Gunungkidul, Nopember 1990.
Jumat, 22 Juli 2011
SEPAKBOLA
***Diilhami oleh pertandingan Persegres vs. PSIM
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bola disepak silih-semilih, diperebutkan dua kubu yang berselisih,
dan diatur jadi suguhan bernilai lebihi
Barangkali bola disepak tak 'kal jadi suguhan bernilai lebih, tat-
kala ada iblis memutar-mutar beberapa kepala penyepak, ada mata
duri, telinga panci, mulut batu, tangan cakar, kaki kayu, otak da-
du, jiwa gombal
keributan jadi suguhan
pengatur tak berdaya
baju hijau masuk arena
baju putih kitari mereka
Barangkali bola disepak tak 'kal jadi suguhan bernilai lebih, tat-
kala pengatur gagap terapkan aturan, bisa jadi mata diboboki, te-
linga diuntir, mulut disumbat, tangan dipatahkn, kaki dijegal,
kepala dijitak, muka dimemarkan
Barangkali bola disepak tak 'kal jadi suguhan bernilai lebih, tat-
kala kemenangan halalkan segala cara, permainan siratkan kebencian,
masing-masing kubu sama-sama liar
Bola-bola!,
jika disepak beneran, asyik 'kan?!
jika disepak pesanan, delik 'kan?!
jika bola itu "nggembos-ngeses", boleh jadi "s"-nya yang keluar i-
tu sportivitas, dan atau semangat
jika keluarnya serius, sebentar lagi bola tentu kempes dan tak pa-
tut disuguhkan
Yogyakarta, 10 Pebruari 1988.
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bola disepak silih-semilih, diperebutkan dua kubu yang berselisih,
dan diatur jadi suguhan bernilai lebihi
Barangkali bola disepak tak 'kal jadi suguhan bernilai lebih, tat-
kala ada iblis memutar-mutar beberapa kepala penyepak, ada mata
duri, telinga panci, mulut batu, tangan cakar, kaki kayu, otak da-
du, jiwa gombal
keributan jadi suguhan
pengatur tak berdaya
baju hijau masuk arena
baju putih kitari mereka
Barangkali bola disepak tak 'kal jadi suguhan bernilai lebih, tat-
kala pengatur gagap terapkan aturan, bisa jadi mata diboboki, te-
linga diuntir, mulut disumbat, tangan dipatahkn, kaki dijegal,
kepala dijitak, muka dimemarkan
Barangkali bola disepak tak 'kal jadi suguhan bernilai lebih, tat-
kala kemenangan halalkan segala cara, permainan siratkan kebencian,
masing-masing kubu sama-sama liar
Bola-bola!,
jika disepak beneran, asyik 'kan?!
jika disepak pesanan, delik 'kan?!
jika bola itu "nggembos-ngeses", boleh jadi "s"-nya yang keluar i-
tu sportivitas, dan atau semangat
jika keluarnya serius, sebentar lagi bola tentu kempes dan tak pa-
tut disuguhkan
Yogyakarta, 10 Pebruari 1988.
MAKNA DOA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Berandai sungai mengalir di dalam gua dada
bila doa sungguh doa, ia bermuara ke lautan mata
menjadi kenikmatan dan karunia alam semesta
Berantai sutera menggerakkan roda dunia
bila doa sungguh doa, ia punya bara
memenuhi panggilan jiwanya, rajin berkarya
Gunungkidul, Nopember 1990.
Berandai sungai mengalir di dalam gua dada
bila doa sungguh doa, ia bermuara ke lautan mata
menjadi kenikmatan dan karunia alam semesta
Berantai sutera menggerakkan roda dunia
bila doa sungguh doa, ia punya bara
memenuhi panggilan jiwanya, rajin berkarya
Gunungkidul, Nopember 1990.
PELITA HIDUPKU
Oleh : Margita Widiyatmaka
Di matamu ada cinta yang menyiratkan pesona
Di tanganmu ada karya yang membuat angkau kaya
Di hatimu ada luka yang sembuh karena doa
Di bumimu banyak pohon yang tumbuh karna upaya
Di mana-mana langit memberikan keteduhan, ketika engkau berjalan
di bawahnya
Di mana-mana bumi memberikan harapan, ketika engkau berjalan
di atasnya
Di langit telah tercipta pelangi
Di bumi telah tercipta simponi
Di mana-mana warna telah membangkitkanmu untuk mencari citra
diri
Yogyakarta, Nopember 1990.
Di matamu ada cinta yang menyiratkan pesona
Di tanganmu ada karya yang membuat angkau kaya
Di hatimu ada luka yang sembuh karena doa
Di bumimu banyak pohon yang tumbuh karna upaya
Di mana-mana langit memberikan keteduhan, ketika engkau berjalan
di bawahnya
Di mana-mana bumi memberikan harapan, ketika engkau berjalan
di atasnya
Di langit telah tercipta pelangi
Di bumi telah tercipta simponi
Di mana-mana warna telah membangkitkanmu untuk mencari citra
diri
Yogyakarta, Nopember 1990.
HASTA MEGAMU
Oleh : Margita Widiyatmaka
Banyak harapan dan keinginan luhur dalam hidupmu
kini menjadi bunga dalam tidurku
aku tahu dari matamu yang memancarkan cahaya biru
aku tahu dari tanganmu yang setia menjaga orang papa
tak pernah merasa ditekan langit, sekalipun gigimu masih sakit
Banyak harapan dan keinginan luhur dalam hidupmu
tak permah luntur dalam gegap-gempitanya seribu satu warna
aku tak tahu sampai kapan engkau harus bertahan, menyembunyikan
tanganmu di balik awan
Gunungkidul, Oktober 1990.
Banyak harapan dan keinginan luhur dalam hidupmu
kini menjadi bunga dalam tidurku
aku tahu dari matamu yang memancarkan cahaya biru
aku tahu dari tanganmu yang setia menjaga orang papa
tak pernah merasa ditekan langit, sekalipun gigimu masih sakit
Banyak harapan dan keinginan luhur dalam hidupmu
tak permah luntur dalam gegap-gempitanya seribu satu warna
aku tak tahu sampai kapan engkau harus bertahan, menyembunyikan
tanganmu di balik awan
Gunungkidul, Oktober 1990.
SERIBU RATAP SERIBU HARAP
Oleh : Margita Widiyatmaka
engkau dapat memulangkanku, bahkan memenjarakanku
tapi tak dapat memasung jiwaku
engkau dapat meludahiku, bahkan melukaiku
tapi tak dapat menghilangkan perasaanku
bukalah matamu dengan arah terhimpun!
bukalah mulutmu dengan suara apapun!
bukalah tanganmu dengan kelembutan embun!
sehingga diammu bisa aku sapa dengan senyum
Gunungkidul, September 1990.
engkau dapat memulangkanku, bahkan memenjarakanku
tapi tak dapat memasung jiwaku
engkau dapat meludahiku, bahkan melukaiku
tapi tak dapat menghilangkan perasaanku
bukalah matamu dengan arah terhimpun!
bukalah mulutmu dengan suara apapun!
bukalah tanganmu dengan kelembutan embun!
sehingga diammu bisa aku sapa dengan senyum
Gunungkidul, September 1990.
IKHLASKU
Oleh : Margita Widiyatmaka
aku relakan cintaku yang hangus menjadi arang
bukan gara-gara api atau cara aku memandang, menjadikannya se-
perti sekarang
tetapi, memang aku tak bisa lari dari kenyataan
aku relakan kekasihku yang hilang bersatu dengan karang
bukan gara-gara laut atau cara aku meminang, menjadikannya se-
perti sekarang
tetapi, memang maut lebih perkasa daripada gelombang
aku relakan kekasihku menjadi kekasih Tuhan
yang hadir dalam malam-malamku
di langit ingatanku
di langit doaku
di langit impianku
di langit heningku
di langit perjuanganku
aku masih setia menunggu engkau menjadi cahaya biru
Gunungkidul, September 1990.
aku relakan cintaku yang hangus menjadi arang
bukan gara-gara api atau cara aku memandang, menjadikannya se-
perti sekarang
tetapi, memang aku tak bisa lari dari kenyataan
aku relakan kekasihku yang hilang bersatu dengan karang
bukan gara-gara laut atau cara aku meminang, menjadikannya se-
perti sekarang
tetapi, memang maut lebih perkasa daripada gelombang
aku relakan kekasihku menjadi kekasih Tuhan
yang hadir dalam malam-malamku
di langit ingatanku
di langit doaku
di langit impianku
di langit heningku
di langit perjuanganku
aku masih setia menunggu engkau menjadi cahaya biru
Gunungkidul, September 1990.
HASRAT
Oleh : Margita Widiyatmaka
Aku ingin belajar dari gemuruh laut, muara kerinduan
tidak pernah disuruh, timbul dari kesadaran
tidak pernah menyuruh tanpa kebijaksanaan
Aku ingin belajar dari gemuruh laut, suara keteguhan
tidak mudah jatuh karena perasaan
tidak mudah mengeluh karena keadaan
Wahai, gemuruh laut!
temanilah aku--si anak malam, agar tak takut hadapi kelam
tidurkanlah aku--si anak karam, agar tak larut kedalam dendam
Yogyakarta, Agustus 1990.
Aku ingin belajar dari gemuruh laut, muara kerinduan
tidak pernah disuruh, timbul dari kesadaran
tidak pernah menyuruh tanpa kebijaksanaan
Aku ingin belajar dari gemuruh laut, suara keteguhan
tidak mudah jatuh karena perasaan
tidak mudah mengeluh karena keadaan
Wahai, gemuruh laut!
temanilah aku--si anak malam, agar tak takut hadapi kelam
tidurkanlah aku--si anak karam, agar tak larut kedalam dendam
Yogyakarta, Agustus 1990.
MALAM SATU BINTANG
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bintang kecil itu menggigil, mencari sumber kekuatannya yang
paling adil
langitlah selimut hatinya
kalau sakit ia berkidung :
"Mega-mega mendung berarak dari gunung
teja-teja lengkung kitari alas kurung"
legalah ia menyuarakan pita hatinya
segala resah dan gelisah tumpah menjadi mata air di bawahnya
Gunungkidul, Agustus 1990.
Bintang kecil itu menggigil, mencari sumber kekuatannya yang
paling adil
langitlah selimut hatinya
kalau sakit ia berkidung :
"Mega-mega mendung berarak dari gunung
teja-teja lengkung kitari alas kurung"
legalah ia menyuarakan pita hatinya
segala resah dan gelisah tumpah menjadi mata air di bawahnya
Gunungkidul, Agustus 1990.
BERTANYA (?)
Oleh : Margita Widiyatmaka
Mungkinkah kita merasakan getaran perubahan dunia dengan hanya
bertanya?
betapa naifnya kita, yang ada disekitar kita saja sering kita
jadikan berhala!
betapa tidak tahunya kita, terbelenggu dalam doa dan kata-katab
mungkin kita tahu
baru tahu sedikit, sudah merasa selangit
Itu salahnya
tak kita sadari sedari dulu
bertanya melulu, tak pernah bersahabat dengan suara dan warna
alam semesta melaju, tak pernah kita satukan mata kita agar
bisa melihat sesuatu, dan akhirnya tak pernah menggenggam
nikmat dan karunia-Nya!
Gunungkidul, Agustus 1990.
Mungkinkah kita merasakan getaran perubahan dunia dengan hanya
bertanya?
betapa naifnya kita, yang ada disekitar kita saja sering kita
jadikan berhala!
betapa tidak tahunya kita, terbelenggu dalam doa dan kata-katab
mungkin kita tahu
baru tahu sedikit, sudah merasa selangit
Itu salahnya
tak kita sadari sedari dulu
bertanya melulu, tak pernah bersahabat dengan suara dan warna
alam semesta melaju, tak pernah kita satukan mata kita agar
bisa melihat sesuatu, dan akhirnya tak pernah menggenggam
nikmat dan karunia-Nya!
Gunungkidul, Agustus 1990.
DUNIA DALAM SEJARAH
Oleh : Margita Widiyatmaka
Ada berita dari desa Abu tentang pengorbanan seorang ibu
yang membangun pasar disaat lapar, yang memberi kabar kepada
dunia bahwa cintanya kepada matahari tak pernah pudar
Ia besarkan anak-anaknya dengan akar jiwanya yang tidak pernah
mengenal menyerah, menghunjam ke tanah berbatu batu bertanah
memberi harapan hidup lebih tegar dibawah matahari membakar
Ada berita dari desa Abu tentang perjuangan seorang ibu
yang mengganjal perutnya dengan batu
tak takut peluru nyasar, atau mesiu
tak takut langit terbakar kehilangan warna biru
Ada berita dari desa Abu
dimasa damai ia tetap ibu
perjuangan dan pengorbanannya tidak pernah berakhir dengan ikatan
istilah, atau ukiran nama indah
selama masih ada keringat dan darah, hidupnya senantiasa bergairah
menggenggam kekuatan alam-semesta untuk diwariskan kepada anak-
cucunya
Gunungkidul, Agustus 1990.
Ada berita dari desa Abu tentang pengorbanan seorang ibu
yang membangun pasar disaat lapar, yang memberi kabar kepada
dunia bahwa cintanya kepada matahari tak pernah pudar
Ia besarkan anak-anaknya dengan akar jiwanya yang tidak pernah
mengenal menyerah, menghunjam ke tanah berbatu batu bertanah
memberi harapan hidup lebih tegar dibawah matahari membakar
Ada berita dari desa Abu tentang perjuangan seorang ibu
yang mengganjal perutnya dengan batu
tak takut peluru nyasar, atau mesiu
tak takut langit terbakar kehilangan warna biru
Ada berita dari desa Abu
dimasa damai ia tetap ibu
perjuangan dan pengorbanannya tidak pernah berakhir dengan ikatan
istilah, atau ukiran nama indah
selama masih ada keringat dan darah, hidupnya senantiasa bergairah
menggenggam kekuatan alam-semesta untuk diwariskan kepada anak-
cucunya
Gunungkidul, Agustus 1990.
HUTANG
Oleh : Margita Widiyatmaka
aku tak pernah main-main dalam berkata dan bermain-main apa saja
biarlah mulutku sudah tidak lagi menjadi mulutmu
biarla mataku sudah tak lagi menjadi matamu
biarlah hatiku sudah tak lagi menjadi hatimu
asal kamu sabar menunggu tanggal mainku, sebab tanganku akan ber-
kata jujur menurut kemauan dan kemampuanku, sebagaimana janjiku
Gunungkidul, Agustus 1990.
aku tak pernah main-main dalam berkata dan bermain-main apa saja
biarlah mulutku sudah tidak lagi menjadi mulutmu
biarla mataku sudah tak lagi menjadi matamu
biarlah hatiku sudah tak lagi menjadi hatimu
asal kamu sabar menunggu tanggal mainku, sebab tanganku akan ber-
kata jujur menurut kemauan dan kemampuanku, sebagaimana janjiku
Gunungkidul, Agustus 1990.
AKU
Oleh : Margita Widiyatmaka
Arjuli nama wayangku, adiknya Arjuna barangkali
tetapi hati-hati, jangan sampai salah ucap jadi " Arloji"
lahir pada akhir Juli, 27 (dua puluh tujuh) tahun yang lalu
di atas andong yang sedang melaju
Kata ibu dan ayah, Aku lahir dalam perjalanan menuju rumah sakit
oleh karena itu Aku diberi nama sejati Margesit
Kata tetangga, ketika Aku balita sering sakit-sakitan
apalagi kalau suasana alam mega-mendung, semua sanak-keluarga dan
tetangga pasti mengerubung, membukakanku jalanku yang gelap tak ada
ujung
oleh karena itu aku mendapat bonus nama khusus atau panggilan po-
puler "Gandung"
barangkali saat itu Aku hidup setengah hidup, dan atau mati sete-
ngah mati (oleh karena itu jangan heran kalau banyak orang yang
menganggap Aku sekarang ini manusia "setengah-setengah"!)
ada yang menggosokku dengan minyak kayu putih, bawang merah, bal-
sem, atau obat apa saja yang membuat tubuh dinginku panas kembali
mereka pijiti semua bagian tubuhku yang kaku agar jadi lemas
ada yang menghangatkan Aku dengan tungku bara api
semuanya ingin agar aku masih tetap bisa menangis, tertawa, ber-
nyanyi, dan bermain seperti anak-anak lain
Kini, Aku masih tetap bernama Margesit
nama itu tercantum secara formal dalam KTP, ijazah-ijazah, piagam-
piagam penghargaan, serta dalam forum-forum formal seperti semi-
nar, sarasehan, pentaran P4, pendidikan dan latihan
Sedangkan di kampung, nama pasaranku masih tetap "Gandung"!
Gunungkidul, Juli 1989.
Arjuli nama wayangku, adiknya Arjuna barangkali
tetapi hati-hati, jangan sampai salah ucap jadi " Arloji"
lahir pada akhir Juli, 27 (dua puluh tujuh) tahun yang lalu
di atas andong yang sedang melaju
Kata ibu dan ayah, Aku lahir dalam perjalanan menuju rumah sakit
oleh karena itu Aku diberi nama sejati Margesit
Kata tetangga, ketika Aku balita sering sakit-sakitan
apalagi kalau suasana alam mega-mendung, semua sanak-keluarga dan
tetangga pasti mengerubung, membukakanku jalanku yang gelap tak ada
ujung
oleh karena itu aku mendapat bonus nama khusus atau panggilan po-
puler "Gandung"
barangkali saat itu Aku hidup setengah hidup, dan atau mati sete-
ngah mati (oleh karena itu jangan heran kalau banyak orang yang
menganggap Aku sekarang ini manusia "setengah-setengah"!)
ada yang menggosokku dengan minyak kayu putih, bawang merah, bal-
sem, atau obat apa saja yang membuat tubuh dinginku panas kembali
mereka pijiti semua bagian tubuhku yang kaku agar jadi lemas
ada yang menghangatkan Aku dengan tungku bara api
semuanya ingin agar aku masih tetap bisa menangis, tertawa, ber-
nyanyi, dan bermain seperti anak-anak lain
Kini, Aku masih tetap bernama Margesit
nama itu tercantum secara formal dalam KTP, ijazah-ijazah, piagam-
piagam penghargaan, serta dalam forum-forum formal seperti semi-
nar, sarasehan, pentaran P4, pendidikan dan latihan
Sedangkan di kampung, nama pasaranku masih tetap "Gandung"!
Gunungkidul, Juli 1989.
Kamis, 21 Juli 2011
DUNIA YANG KITA DAMBA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Dunia harap dunia yang kita garap
dunia garap dunia yang kita harap
dunia cinta dunia yang kita cipta
dunia cipta dunia yang kita cinta
dunia damai dunia kita yang ramai
dunia ramai dunia kita yang damai
dunia kuat dunia kita yang sehat
dunia sehat dunia kita yang kuat
dunia terang dunia yang kita karang
dunia terang dunia yang kita kalang
dunia terang dunia yang kita tembang
Yogyakarta, Juli 1990.
Dunia harap dunia yang kita garap
dunia garap dunia yang kita harap
dunia cinta dunia yang kita cipta
dunia cipta dunia yang kita cinta
dunia damai dunia kita yang ramai
dunia ramai dunia kita yang damai
dunia kuat dunia kita yang sehat
dunia sehat dunia kita yang kuat
dunia terang dunia yang kita karang
dunia terang dunia yang kita kalang
dunia terang dunia yang kita tembang
Yogyakarta, Juli 1990.
DOA MENJELANG TIDUR
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bantal, bantal!
bantulah aku untuk mengerti kabar, karena telingaku tak lagi da-
pat dipercaya untuk mendengar
Kasur, kasur!
aku butuh kamu untuk meletakkan darah-daging-tulangku yang babak-
belur
Bantal, dan kasur!
ingin aku bermimpi tentang kenyataan yang akan terjadi di pagi
hari, melalui kekuatan yang kamu simpan dari angin dan matahari
Yogyakarta, Juli 1990.
Bantal, bantal!
bantulah aku untuk mengerti kabar, karena telingaku tak lagi da-
pat dipercaya untuk mendengar
Kasur, kasur!
aku butuh kamu untuk meletakkan darah-daging-tulangku yang babak-
belur
Bantal, dan kasur!
ingin aku bermimpi tentang kenyataan yang akan terjadi di pagi
hari, melalui kekuatan yang kamu simpan dari angin dan matahari
Yogyakarta, Juli 1990.
KESEMPATAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
Mari, kita saling membuka tangan!
Mari, kita saling membuka mata!
Mari, kita selalu setia menjaga hari-hari kita yang bernyanyi,
tak usah tergesa mati karena terlambat menyuarakan hati!
mumpung langit masih berjarak dengan bumi
mumpung kita belum terkepung oleh mimpi-mimpi
Kalau kita tulus bernyanyi, menyuarakan cinta kepada bumi
langit pun akan bersenang hati dan ikut bernyanyi
hilanglah kecamuk rasa iri, segala puja-puji menjadi keindahan
yang abadi
Yogyakarta, Juli 1990.
Mari, kita saling membuka tangan!
Mari, kita saling membuka mata!
Mari, kita selalu setia menjaga hari-hari kita yang bernyanyi,
tak usah tergesa mati karena terlambat menyuarakan hati!
mumpung langit masih berjarak dengan bumi
mumpung kita belum terkepung oleh mimpi-mimpi
Kalau kita tulus bernyanyi, menyuarakan cinta kepada bumi
langit pun akan bersenang hati dan ikut bernyanyi
hilanglah kecamuk rasa iri, segala puja-puji menjadi keindahan
yang abadi
Yogyakarta, Juli 1990.
AKU INGIN, AKU ANGIN
Oleh : Margita Widiyatmaka
Aku ingin mencipta lagu angin
sekalipun cerita rasa kecewa, tetapi senantiasa ceria -- cara ung-
kap muka
sekalipun cerita masa lalu, 'ku tetap ingin mencipta lagu angin
sekalipun cerita rasa pilu, 'ku tetap ingin mencipta lagu angin
sekalipun dalam keadaan panas-dingin, 'ku tetap ingin mencipta
lagu angin
Aku ingin mencipta lagu angin
untuk mengipasi kegerahanku pada iklim
Aku ingin mencipta lagu angin
terbang mengangkasa, membebaskan jiwa yang terhimpit di ketiak
raksasa bukit
Aku ingin lagu angin
aku ingin, aku angin!
Yogyakarta, Juli 1990.
Aku ingin mencipta lagu angin
sekalipun cerita rasa kecewa, tetapi senantiasa ceria -- cara ung-
kap muka
sekalipun cerita masa lalu, 'ku tetap ingin mencipta lagu angin
sekalipun cerita rasa pilu, 'ku tetap ingin mencipta lagu angin
sekalipun dalam keadaan panas-dingin, 'ku tetap ingin mencipta
lagu angin
Aku ingin mencipta lagu angin
untuk mengipasi kegerahanku pada iklim
Aku ingin mencipta lagu angin
terbang mengangkasa, membebaskan jiwa yang terhimpit di ketiak
raksasa bukit
Aku ingin lagu angin
aku ingin, aku angin!
Yogyakarta, Juli 1990.
SUARA MALAM
Oleh : Margita Widiyatmaka
Diam-diam kaupanggil namaku
panja .................... ng sekali!
Malam-malam kaubangunkan aku lewat alunan lagu syukur
syahdu ......................................................................... sekali!
Diam-diam aku menggigil
dingi ....................... n sekali!
sungguhpun ingin aku mendekapmu, tetapi batas tak membolehkan
aku tahu wujudmu
Malam-malam kaubukakan pintu kamarku
leba ......................... r sekali!
aku termangu untuk bangkit dari tidurku
meskipun taman bunga telah kaugelar untukku, tetapi tidak mudah
bagiku untuk membelah jiwaku
Yogyakarta, 31 Juli 1990.
Diam-diam kaupanggil namaku
panja .................... ng sekali!
Malam-malam kaubangunkan aku lewat alunan lagu syukur
syahdu ......................................................................... sekali!
Diam-diam aku menggigil
dingi ....................... n sekali!
sungguhpun ingin aku mendekapmu, tetapi batas tak membolehkan
aku tahu wujudmu
Malam-malam kaubukakan pintu kamarku
leba ......................... r sekali!
aku termangu untuk bangkit dari tidurku
meskipun taman bunga telah kaugelar untukku, tetapi tidak mudah
bagiku untuk membelah jiwaku
Yogyakarta, 31 Juli 1990.
RATAP
Oleh : Margita Widiyatmaka
aku tak tahu, apakah ia masih menyimpan rinduku dalam lautnya
yang baru?
aku tak tahu, apakah ia paham bahasa kesetiaanku dalam karangnya
yang beku?
AH ... !
seandainya ia masih, seandainya ia paham
sudah membatu sekalipun, aku siap mencairkannya dengan api-jiwaku
Gunungkidul, Juli 1990.
aku tak tahu, apakah ia masih menyimpan rinduku dalam lautnya
yang baru?
aku tak tahu, apakah ia paham bahasa kesetiaanku dalam karangnya
yang beku?
AH ... !
seandainya ia masih, seandainya ia paham
sudah membatu sekalipun, aku siap mencairkannya dengan api-jiwaku
Gunungkidul, Juli 1990.
PERMINTAAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
Jangan kaubuat aku tergantung di langit
tak dapat untung, hati menjerit
Jangan kaubuat aku tenggelam di laut
tak dapat nikmat alam, diri pun larut
Jangan kaubuat aku terbang ke alam mimpi
tak dapat peluang membayar janji
Jangan kaubuat aku jatuh ke dalam istana peri
tak dapat bersetubuh dengan kehidupan sejati
Hanya bilang "Jangan", maksudku tidak mentang-mentang
menjadi anak jaman sekarang maunya main larang atau bicara sembarang
tanpa pertimbangan yang matang
Yogyakarta, Juli 1990.
Jangan kaubuat aku tergantung di langit
tak dapat untung, hati menjerit
Jangan kaubuat aku tenggelam di laut
tak dapat nikmat alam, diri pun larut
Jangan kaubuat aku terbang ke alam mimpi
tak dapat peluang membayar janji
Jangan kaubuat aku jatuh ke dalam istana peri
tak dapat bersetubuh dengan kehidupan sejati
Hanya bilang "Jangan", maksudku tidak mentang-mentang
menjadi anak jaman sekarang maunya main larang atau bicara sembarang
tanpa pertimbangan yang matang
Yogyakarta, Juli 1990.
Rabu, 20 Juli 2011
SARMINI
Oleh : Margita Widiyatmaka
Sarmini, gadis produk dalam negri
aku suka kau cerah ceria muka
Sarmini, hidungmu tak mancung tak mengapa
tapi matamu membuatku terpana
Terpana, terpanah asmara
terlambat kumenyatakan cinta
kutahu kini engkau telah menjadi guling dalam tidurku
Sarmini, aku tak 'kan iri dan ganggu atas kebahagiaan keluarga-
mu
kecerahan sorot matamu cukup aku nikmati dalam lagu
Gunungkidul, Juni 1990.
Sarmini, gadis produk dalam negri
aku suka kau cerah ceria muka
Sarmini, hidungmu tak mancung tak mengapa
tapi matamu membuatku terpana
Terpana, terpanah asmara
terlambat kumenyatakan cinta
kutahu kini engkau telah menjadi guling dalam tidurku
Sarmini, aku tak 'kan iri dan ganggu atas kebahagiaan keluarga-
mu
kecerahan sorot matamu cukup aku nikmati dalam lagu
Gunungkidul, Juni 1990.
SUARA BIARA HATIKU
Oleh : Margita Widiyatmaka
Aku bicara soal "proses", bukan "protes"
seperti cara matahari menerangi bumi, tak pernah bermaksud memba-
kar kulit dan hati; tetapi kitalah yang harus mengerti dan paham
bahasa alam ini
Baraku bukan barang baru
sudah lama merah dalam arang-tubuhku
Merahku bukan merah sembarang merah
sudah lama bercampur biru laut-langit, lukisan Hyang Mahaguru
Aku bicara soal "akar", bukan "makar"
seperti cara pagi membangunkan mimpi
talk pernah bermaksud mencari kambing hitam, tetapi senantiasa
setia pada hukum asal-muasal kejadian
Aku sungguh-sungguh bicara, bukan bersandiwara!
sudah aku sediakan arang-tubuhku dan api-jiwaku sebagai sumber
kekuatan pembaharuan, serta perbaikan bagi dunia yang tengah ber-
ubah
Gunungkidul, Juni 1990.
Aku bicara soal "proses", bukan "protes"
seperti cara matahari menerangi bumi, tak pernah bermaksud memba-
kar kulit dan hati; tetapi kitalah yang harus mengerti dan paham
bahasa alam ini
Baraku bukan barang baru
sudah lama merah dalam arang-tubuhku
Merahku bukan merah sembarang merah
sudah lama bercampur biru laut-langit, lukisan Hyang Mahaguru
Aku bicara soal "akar", bukan "makar"
seperti cara pagi membangunkan mimpi
talk pernah bermaksud mencari kambing hitam, tetapi senantiasa
setia pada hukum asal-muasal kejadian
Aku sungguh-sungguh bicara, bukan bersandiwara!
sudah aku sediakan arang-tubuhku dan api-jiwaku sebagai sumber
kekuatan pembaharuan, serta perbaikan bagi dunia yang tengah ber-
ubah
Gunungkidul, Juni 1990.
TEGAKAH?
Oleh : Margita Widiyatmaka
Mereka yang merampok buah hatiku, akankah kapok menyakitiku?,
menggorok-gorok leher jiwaku dengan gergaji kata
Mereka yang menyangsikan kesetiaanku pada bumi dan segara Nusan-
tara, masihkah curiga dan memojokkan kata hatiku?
menohok jidat kepalaku hingga tak mampu berpola pikir maju
Ah, andaikan mereka tahu dan mau mengerti keyakinanku, keingin-
an dan cita-citaku, serta kekuatanku!,
tentu tidak akan memandang dunia selebar pantatku
Yogyakarta, Juni 1990.
Mereka yang merampok buah hatiku, akankah kapok menyakitiku?,
menggorok-gorok leher jiwaku dengan gergaji kata
Mereka yang menyangsikan kesetiaanku pada bumi dan segara Nusan-
tara, masihkah curiga dan memojokkan kata hatiku?
menohok jidat kepalaku hingga tak mampu berpola pikir maju
Ah, andaikan mereka tahu dan mau mengerti keyakinanku, keingin-
an dan cita-citaku, serta kekuatanku!,
tentu tidak akan memandang dunia selebar pantatku
Yogyakarta, Juni 1990.
PEMANDANGAN PAGI
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bulan bersandar di daun jati
semakin samar, etrbangun dari mimpi
Bulan samar tak ada lagi kawan bernyanyi
burung-burung telah lama pergi
menunju tempatnya yang suci
Bulan sudah tak tampak
meninggalkan pagi dengan muka retak
Gunungkidul, Juni 1990.
Bulan bersandar di daun jati
semakin samar, etrbangun dari mimpi
Bulan samar tak ada lagi kawan bernyanyi
burung-burung telah lama pergi
menunju tempatnya yang suci
Bulan sudah tak tampak
meninggalkan pagi dengan muka retak
Gunungkidul, Juni 1990.
BULAN RINDU DI MATAKU
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bulan rindu, merah biru tepinya
bahkan tahu bara hasrat di dada
diam-diam ia menyertaiku berdoa
menambah malam lebih bercahaya
Bulan rindu, bintang-bintang kawannya
bahkan tahu cara membuat bahagia
diam-diam ia mengajakku bercanda
menyediakan tangga menuju tempat berbagi duka
Bulan rindu bahkan mau jadi kekasihku
Bulan rindu bahkan mau menghantarkan tidurku
Gunungkidul, Juni 1990.
Bulan rindu, merah biru tepinya
bahkan tahu bara hasrat di dada
diam-diam ia menyertaiku berdoa
menambah malam lebih bercahaya
Bulan rindu, bintang-bintang kawannya
bahkan tahu cara membuat bahagia
diam-diam ia mengajakku bercanda
menyediakan tangga menuju tempat berbagi duka
Bulan rindu bahkan mau jadi kekasihku
Bulan rindu bahkan mau menghantarkan tidurku
Gunungkidul, Juni 1990.
ALTERNATIF
Oleh : Margita Widiyatmaka
Kubaca puisi birumu di sebuah harian
memanggil-manggil namaku dengan nama samaran
Kuraba denyut jantungku
ternyata aku masih betah menelan ludah sendiri
berlaku pasrah, tahan uji
tidak gegabah men-Tuhankan rindu
Akhirnya aku susri tepi nurani
hingga aku terhindar dari cengkeraman mimpi
Gunungkidul, Juni 1990.
Kubaca puisi birumu di sebuah harian
memanggil-manggil namaku dengan nama samaran
Kuraba denyut jantungku
ternyata aku masih betah menelan ludah sendiri
berlaku pasrah, tahan uji
tidak gegabah men-Tuhankan rindu
Akhirnya aku susri tepi nurani
hingga aku terhindar dari cengkeraman mimpi
Gunungkidul, Juni 1990.
SAJAK ANAK-ANAK RAJAWALI
Oleh : Margita Widiyatmaka
Anak-anak yang engkau layakkan hidup dalam hawa terali
akan memberontak suatu saat nanti, kalau tidak mati ditelan ke-
sedihan mereka sendiri
Mereka akan bosan hidup, kalau tak kauberi kesempatan mendapat-
kan kebebasan
sekalipun engkau telah berikan perhiasan intan-berlian, pakaian
sutera alam, dan makanan untuk bertahan badan
Anak-anak yang engkau layakkan sebagai turunan Rajawali
janga n larang mereka mencari letak busur pelangi
karena itu kehendak mereka yang paling asali
Gunungkidul, Juni 1990.
Anak-anak yang engkau layakkan hidup dalam hawa terali
akan memberontak suatu saat nanti, kalau tidak mati ditelan ke-
sedihan mereka sendiri
Mereka akan bosan hidup, kalau tak kauberi kesempatan mendapat-
kan kebebasan
sekalipun engkau telah berikan perhiasan intan-berlian, pakaian
sutera alam, dan makanan untuk bertahan badan
Anak-anak yang engkau layakkan sebagai turunan Rajawali
janga n larang mereka mencari letak busur pelangi
karena itu kehendak mereka yang paling asali
Gunungkidul, Juni 1990.
MANTAP
Oleh : Margita Widiyatmaka
Hidup yang kupilih dalam akar-benih tak pernah beralih
belajar menanamkan kasih pada jiwa yang merintih
Hidup yang kurintis dalam kesejukan Edelweis kini terlukis menja-
di garis, garis gelombang mengarah ke satu titik pandang
Yogyakarta, Juni 1990.
Hidup yang kupilih dalam akar-benih tak pernah beralih
belajar menanamkan kasih pada jiwa yang merintih
Hidup yang kurintis dalam kesejukan Edelweis kini terlukis menja-
di garis, garis gelombang mengarah ke satu titik pandang
Yogyakarta, Juni 1990.
MARGARETTA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Deritanya panjang, sepanjang jalan perjuangan
bila suatu saat nanti ia mati, ia akan teguhkan satu kata kenang-
an "menjadi"
bila suatu saat nanti ia mati, ia akan teguhkan satu kata keme-
nangan "melayani"
Deritanya panjang mengukir jiwa-raganya yang lembut dan kasar
bila suatu saat nanti ia mati, ia akan terbang mencari cintanya
yang hilang di laut
Ia sadari perbuatannya di luar kebiasaan, suntuk memberi bingkai
sutera pada lukisan alam
Gunungkidul, Juni 1990.
Deritanya panjang, sepanjang jalan perjuangan
bila suatu saat nanti ia mati, ia akan teguhkan satu kata kenang-
an "menjadi"
bila suatu saat nanti ia mati, ia akan teguhkan satu kata keme-
nangan "melayani"
Deritanya panjang mengukir jiwa-raganya yang lembut dan kasar
bila suatu saat nanti ia mati, ia akan terbang mencari cintanya
yang hilang di laut
Ia sadari perbuatannya di luar kebiasaan, suntuk memberi bingkai
sutera pada lukisan alam
Gunungkidul, Juni 1990.
PRAHARA II
Oleh : Margita Widiyatmaka
Karena kau tetap menggenggam batu, lebih baik aku menjadi malam
dalam siangmu, dan siang dalam malammu
daripada kita sama-sama hancur ditelan rasa jemu
Gunungkidul, Juni 1990.
Karena kau tetap menggenggam batu, lebih baik aku menjadi malam
dalam siangmu, dan siang dalam malammu
daripada kita sama-sama hancur ditelan rasa jemu
Gunungkidul, Juni 1990.
ANTARA BUMI DAN LANGIT
Oleh : Margita Widiyatmaka
Mereka yang tumbuh tegak-lurus di lingkungan kumuh
seharusnya kita bimbing terus untuk tetap kukuh
bertumpu pada bumi untuk menyentakkan kesungguhan langkah
bersumbu pada langit untuk membirukan bara merah sampah
Mereka yang tumbuh tegak-lurus di lingkungan kumuh
seharusnya kita biarkan bernyanyi untuk sekedar meringankan beban
pada pundak mereka
Mereka, saudara kita yang kehabisan suara, karena berteriak-
teriak di merahnya lampu kota
Mereka, saudara kita yang merindukan langit turun ke bumi
jangan biarkan mereka sakit, karena mimpi-mimpi!
Gunungkidul, Juni 1990.
Mereka yang tumbuh tegak-lurus di lingkungan kumuh
seharusnya kita bimbing terus untuk tetap kukuh
bertumpu pada bumi untuk menyentakkan kesungguhan langkah
bersumbu pada langit untuk membirukan bara merah sampah
Mereka yang tumbuh tegak-lurus di lingkungan kumuh
seharusnya kita biarkan bernyanyi untuk sekedar meringankan beban
pada pundak mereka
Mereka, saudara kita yang kehabisan suara, karena berteriak-
teriak di merahnya lampu kota
Mereka, saudara kita yang merindukan langit turun ke bumi
jangan biarkan mereka sakit, karena mimpi-mimpi!
Gunungkidul, Juni 1990.
TERAPI II
Oleh : Margita Widiyatmaka
Busur hati, panahnya putih melati,
merahnya darah pertiwi
mengutus cahaya ke bumi
dengan sat tarikan nafas terkendali
Lahar Merapi, hangatnya membuih di kaki
membuat kita lebih hati-hati untuk melangkah lebih jauh lagi
Yogyakarta, Juni 1990.
Busur hati, panahnya putih melati,
merahnya darah pertiwi
mengutus cahaya ke bumi
dengan sat tarikan nafas terkendali
Lahar Merapi, hangatnya membuih di kaki
membuat kita lebih hati-hati untuk melangkah lebih jauh lagi
Yogyakarta, Juni 1990.
KARANGAN BUNGA UNTUK ISA (Inalas Sunu Aditeguh)
Oleh : Margita Widiyatmaka
Bau kemenyan, sekar malam
menyelinap lewat kamarku yang temaram
Sawah-ladang, gelora juang
hampir padam ditelan kelam
Tiada terkira
tiada terduga
sedang kuterdiam, Kaupanggil Isa
Isa, seorang calon sarjana
anak manis, tampan, bersahaja
harapan ayahbunda, bangsa, dan negara
Isa, aku rindu lukisanmu yang engkau coretkan di sampul buku pe-
lajaranku di SMA dulu
Yogyakarta, Juni 1990.
Bau kemenyan, sekar malam
menyelinap lewat kamarku yang temaram
Sawah-ladang, gelora juang
hampir padam ditelan kelam
Tiada terkira
tiada terduga
sedang kuterdiam, Kaupanggil Isa
Isa, seorang calon sarjana
anak manis, tampan, bersahaja
harapan ayahbunda, bangsa, dan negara
Isa, aku rindu lukisanmu yang engkau coretkan di sampul buku pe-
lajaranku di SMA dulu
Yogyakarta, Juni 1990.
ALAM SURGAWI
Oleh : Margita Widiyatmaka
Sepasang merpati seraga sehati
segara mereka adonan buah cinta
terpancar dari mata mereka pesona abadi yang lebih dari kata, a-
tau sekedar janji
Segalanya telah menjadi kenyataan
yang semula mereka pandang semata pelangi, ternyata pelita pikir-
an dan hati
yang semula mereka pandang semata padang pasir tak berkurma, ter-
nyata keluasan wawasan cita
Hu ... ria-ria ...... Hu ... ria !
Hu ... ria-ria ...... Hu ... ria !
Sepasang merpati terbang jauh tinggi menuju ke angkasa puri
hidup dalam kebebasan suci
di sana ada taman Ilahi yang sudah lama mereka rindukan dalam
mimpi
Yogyakarta, Mei 1990.
Sepasang merpati seraga sehati
segara mereka adonan buah cinta
terpancar dari mata mereka pesona abadi yang lebih dari kata, a-
tau sekedar janji
Segalanya telah menjadi kenyataan
yang semula mereka pandang semata pelangi, ternyata pelita pikir-
an dan hati
yang semula mereka pandang semata padang pasir tak berkurma, ter-
nyata keluasan wawasan cita
Hu ... ria-ria ...... Hu ... ria !
Hu ... ria-ria ...... Hu ... ria !
Sepasang merpati terbang jauh tinggi menuju ke angkasa puri
hidup dalam kebebasan suci
di sana ada taman Ilahi yang sudah lama mereka rindukan dalam
mimpi
Yogyakarta, Mei 1990.
DERIT-DERIT TANDA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Kalau ada nyanyian rindu yang terbangun dari tidur panjang
itulah Gita
yang lautan embun di saat duka, dan yang mengalun dalam irama
" ta - ta - ta ... wa - wa - wa "
Kalau ada jeritan jendela yang membimbingmu untuk membuka pintu
rumahmu
itulah Gita
yang langit pun akan bergerak ikuti gesekan hati nuraninya
Suara Gita, nyanyian cinta
sadarkan sang pendendam dalam sejarahnya yang terpendam
Gunungkidul, Mei 1990.
Kalau ada nyanyian rindu yang terbangun dari tidur panjang
itulah Gita
yang lautan embun di saat duka, dan yang mengalun dalam irama
" ta - ta - ta ... wa - wa - wa "
Kalau ada jeritan jendela yang membimbingmu untuk membuka pintu
rumahmu
itulah Gita
yang langit pun akan bergerak ikuti gesekan hati nuraninya
Suara Gita, nyanyian cinta
sadarkan sang pendendam dalam sejarahnya yang terpendam
Gunungkidul, Mei 1990.
TEMBANG REMBANG PETANG
Oleh : Margita Widiyatmaka
Matamu mata indah dan menyala
katamu kata nuansa ilham
rindumu rindu ada di karang
lautmu laut ada di seberang
sekalipun jauh dari pandang, tetapi selalu aku temukan kau di da-
lam tembang
Gunungkidul, Mei 1990.
Matamu mata indah dan menyala
katamu kata nuansa ilham
rindumu rindu ada di karang
lautmu laut ada di seberang
sekalipun jauh dari pandang, tetapi selalu aku temukan kau di da-
lam tembang
Gunungkidul, Mei 1990.
PROSES PENCERAHAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
Emas, sedang aku kemas dari sebuah harapan yang menjulang ke atas
kalau toh jatuh, aku sudah siap bangkit kembali
kalau toh remuk, aku sudah siap jadi rabuk tanah
Emas, hasil perjuangan yang ikhlas
bila aku setring berpikir-tengadah dan berdzikir-melihatbawah
segala cairan yang deras mengalir dalam tubuhku ke jari-jemari
tanganku, Insya Allah akan menjadi "Emas"
Gunungkidul, Mei 1990.
Emas, sedang aku kemas dari sebuah harapan yang menjulang ke atas
kalau toh jatuh, aku sudah siap bangkit kembali
kalau toh remuk, aku sudah siap jadi rabuk tanah
Emas, hasil perjuangan yang ikhlas
bila aku setring berpikir-tengadah dan berdzikir-melihatbawah
segala cairan yang deras mengalir dalam tubuhku ke jari-jemari
tanganku, Insya Allah akan menjadi "Emas"
Gunungkidul, Mei 1990.
MA'RIFAT
Oleh : Margita Widiyatmaka
Jalan siangku panjang dan berliku
malam istirahku luruh dalam angan bisu
bersih ragaku, juga pikiranku
perasaan ragu tersaput angin lalu
Jalanku jalan Engkau
Engkau adalah darah siang dan malamku, sumber kekuatanku, yang
tak pernah beku mengalirkan rindu
Yogyakarta, Mei 1990.
Jalan siangku panjang dan berliku
malam istirahku luruh dalam angan bisu
bersih ragaku, juga pikiranku
perasaan ragu tersaput angin lalu
Jalanku jalan Engkau
Engkau adalah darah siang dan malamku, sumber kekuatanku, yang
tak pernah beku mengalirkan rindu
Yogyakarta, Mei 1990.
BERSAMA TUHAN DI TEPI KOLAM
Oleh : Margita Widiyatmaka
Tuhan, kekasihku yang paling malam!
Engkau berikan aku mata jeli ketika tiba-tiba aku lihat ikan emas
mungil sedang berjingkrak menari-nari
Tuhan kekasihku yang paling dalam!
Engkau berikan aku kebenaran yang mutlak, sehingga aku wajib me-
nolak kepada saudara yang bukan saudara, sahabat yang bukan saha-
bat, orangtua yang bukan orangtua, guru yang bukan guru, dan ke-
pala yang bukan kepala
atas setiap kehendak mereka yang hendak merusak
Tuhan, kekasihku yang paling alami!
Engkau bukakan pintu rahasia dunia tahun ini ketika aku dengar
ringkik kuda-Mu isyaratkan perubahan dan dukacita atas kematian
para syuhada
Gunungkidul, Mei 1990.
Tuhan, kekasihku yang paling malam!
Engkau berikan aku mata jeli ketika tiba-tiba aku lihat ikan emas
mungil sedang berjingkrak menari-nari
Tuhan kekasihku yang paling dalam!
Engkau berikan aku kebenaran yang mutlak, sehingga aku wajib me-
nolak kepada saudara yang bukan saudara, sahabat yang bukan saha-
bat, orangtua yang bukan orangtua, guru yang bukan guru, dan ke-
pala yang bukan kepala
atas setiap kehendak mereka yang hendak merusak
Tuhan, kekasihku yang paling alami!
Engkau bukakan pintu rahasia dunia tahun ini ketika aku dengar
ringkik kuda-Mu isyaratkan perubahan dan dukacita atas kematian
para syuhada
Gunungkidul, Mei 1990.
GITAWATI
Oleh : Margita Widiyatmaka
Pada gitar rinduku berakar
kunanti-nanti dengan sabar
menjadi lagu selangit biru
Pada gitar langitku berkabar
kusampaikan pada bumi
menjadi peringatan insani
Pada gitar rinduku rindu laut langitku langit laut
menanti-nanti camar beribu
menyambut laju perahu layarku
Gunungkidul, Mei 1990.
Pada gitar rinduku berakar
kunanti-nanti dengan sabar
menjadi lagu selangit biru
Pada gitar langitku berkabar
kusampaikan pada bumi
menjadi peringatan insani
Pada gitar rinduku rindu laut langitku langit laut
menanti-nanti camar beribu
menyambut laju perahu layarku
Gunungkidul, Mei 1990.
MATANIA MATAVIA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Lihat, lihat, lihat itu nia!,
ada di belakang pantat beruang merah,
menggeliat menampakkan rupa
Lewat, lewat, lewat itu via!
berhasrat sama juga,
berbaris mengikuti nia, sembari bernyanyi :
"Duniah ...., oh, duniah ...,
dukunglah aku untuk membuka
pintu dan jendela rumahku,
membebaskan diri dari ancaman tirani!"
Lihat, lihat, lihat itu wajah beruang merah!,
yang merah-hitam lebih kalam dari pantatnya,
yang gelisah takut kehilangan beruang-beruang kecilnya
Hadapi, hadapi, hadapi saja Gorby---si joki beruang merah!,
yang di tangan kanannya segelas anggur merah, dan di tangan
kirinya siap cemeti dan palu besi
itu peranda engkau harus cermat dan hati-hati
dalam setiap kompromi yang bakal terjadi
Lihat, lihat, lihat sajalah nanti polah Gorby
sebagai aktor panggung dunia masa kini!
Wonosari, April 1990.
Lihat, lihat, lihat itu nia!,
ada di belakang pantat beruang merah,
menggeliat menampakkan rupa
Lewat, lewat, lewat itu via!
berhasrat sama juga,
berbaris mengikuti nia, sembari bernyanyi :
"Duniah ...., oh, duniah ...,
dukunglah aku untuk membuka
pintu dan jendela rumahku,
membebaskan diri dari ancaman tirani!"
Lihat, lihat, lihat itu wajah beruang merah!,
yang merah-hitam lebih kalam dari pantatnya,
yang gelisah takut kehilangan beruang-beruang kecilnya
Hadapi, hadapi, hadapi saja Gorby---si joki beruang merah!,
yang di tangan kanannya segelas anggur merah, dan di tangan
kirinya siap cemeti dan palu besi
itu peranda engkau harus cermat dan hati-hati
dalam setiap kompromi yang bakal terjadi
Lihat, lihat, lihat sajalah nanti polah Gorby
sebagai aktor panggung dunia masa kini!
Wonosari, April 1990.
RENUNGAN NUN JAUH DARI MEGA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Tahukah engkau orang yang paling menderita?
ialah orang kesepian, lapar kasih sayang, diam membeku tanpa sa-
paan
Orang kesepian tidak butuh basa-basi, puja-puji, dan belas-kasih-
an
yang ia butuhkan kehangatan
yang ia cari dari hari ke hari adalah pembebasan dari kesendiri-
an yang membosankan
ia juga butuh sengatan bara api, agar lautan darah tetap mengalir
ke tangan, taklukkan malam yang akan tenggelam dalam pelukan se-
tan
Alangkah nerakanya,
bila orang bisa saling memberi salam, tetapi lupa selam
Alangkah surganya,
bila orang bisa mengerti jalan pikiran dan perasaan sendiri tanpa
segan-segan mengisi pada yang sepi
Alangkah terbuka nya,
bila orang bisa saling membuka tangan, lalu :
memberi manfaat dalam setiap bentuk kesepian yang menekan
memberi kejujuran dalam setiap bentuk kesadaran yang maha-
takterpejam
Tahukah engkau orang yang paling menderita?
ialah orang kesepian, lapar kasih sayang, diam membeku tanpa sa-
paan
Orang kesepian tidak butuh basa-basi, puja-puji, dan belas-kasih-
an
yang ia butuhkan kehangatan
yang ia cari dari hari ke hari adalah pembebasan dari kesendiri-
an yang membosankan
ia juga butuh sengatan bara api, agar lautan darah tetap mengalir
ke tangan, taklukkan malam yang akan tenggelam dalam pelukan se-
tan
Alangkah nerakanya,
bila orang bisa saling memberi salam, tetapi lupa selam
Alangkah surganya,
bila orang bisa mengerti jalan pikiran dan perasaan sendiri tanpa
segan-segan mengisi pada yang sepi
Alangkah terbuka nya,
bila orang bisa saling membuka tangan, lalu :
memberi manfaat dalam setiap bentuk kesepian yang menekan
memberi kejujuran dalam setiap bentuk kesadaran yang maha-
takterpejam
DOA MENJELANG LEBARAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
Ya, Tuhan!
kalau Engkau berkenan memaafkan, akan kuketuk kepengecutanku ke-
tika mabuk meninggalkan rumah-Mu
Ya, Tuhan!
kalau Engkau berkenan menerima, akan kuketuk rumah-Mu sebelum a-
ku tercatat dalam buku tamu-Mu
Ya, Tuhan!ma-Mu;
kapan aku bisa menemui-Mu di Taman Surga-Mu?
barangkali saat nanti aku bersama-sama saudara-saudraku agung-
kan asma-Mu; Allahuakbar, Allahuakbbarwalillailham!
Yogyakarta, April 1990.
Ya, Tuhan!
kalau Engkau berkenan memaafkan, akan kuketuk kepengecutanku ke-
tika mabuk meninggalkan rumah-Mu
Ya, Tuhan!
kalau Engkau berkenan menerima, akan kuketuk rumah-Mu sebelum a-
ku tercatat dalam buku tamu-Mu
Ya, Tuhan!ma-Mu;
kapan aku bisa menemui-Mu di Taman Surga-Mu?
barangkali saat nanti aku bersama-sama saudara-saudraku agung-
kan asma-Mu; Allahuakbar, Allahuakbbarwalillailham!
Yogyakarta, April 1990.
YANG
Oleh : Margita Widiyatmaka
Yang namanya yang bila dibuat cerita bisa menjadi panjang
yang mana, yang siapa, yang mengapa, yang bagaimana, yang menya-
pa
aku pun terjebak dalam kata "yang"
Yang aku sayang namanya yang
yang aku rindukan yang
yang aku lagukan yang
yang aku ragukan juga bernama yang
langit pun aku yang, tak ada yang melarang
Yang seneng yang-yangan bebas bilang "yang"
yang terbayang-bayang terekam dalam ingatanku sayang kalau di-
buang
Yogyakarta, April 1990.
Yang namanya yang bila dibuat cerita bisa menjadi panjang
yang mana, yang siapa, yang mengapa, yang bagaimana, yang menya-
pa
aku pun terjebak dalam kata "yang"
Yang aku sayang namanya yang
yang aku rindukan yang
yang aku lagukan yang
yang aku ragukan juga bernama yang
langit pun aku yang, tak ada yang melarang
Yang seneng yang-yangan bebas bilang "yang"
yang terbayang-bayang terekam dalam ingatanku sayang kalau di-
buang
Yogyakarta, April 1990.
SANG PEMULA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Ia yang teguh di tengah badai kehidupan
tidak senang mengeluh mengatasi keruwetan
Ia yang penuh dengan cacian
tidak sedang berangan mencari pembelaan
Yang ia alami cuma biasa saja
Yang ia dalami bermula dari tanya,
"Ada apa dalam diriku?,
ada apa di luar diriku?,
ada apa?,
ada apa?,
ada apa?!"
semuanya ada dalam darahnya
Ia yang teguh di tengah hutan kemelaratan
tidak senang mengeluh meninggalkan kemapanan
Ia yang penuh dengan kekuatan hati dan pikiran
tidak sedang berangan mencari kemenangan
Yang ia cari cuma pengalaman
Yang ia sadari bermula dari kenyataan
Ia yang teguh dengan pendiriannya
tidak senang mengeluh atas kesendiriannya
Ia yang berjalan penuh dengan harapan dan keyakinan
tidak sedang berangan ingin menjadi sang begawan
Ia yang teguh
Ia yang teduh
terpaksa mengaduh, tak tahan melihat masa lalunya yang rapuh
Ialah Ganesha Bandung, yang lahir di bawah mega mendung, udara
puncak gunung
Yogyakarta, Maret 1990.
Ia yang teguh di tengah badai kehidupan
tidak senang mengeluh mengatasi keruwetan
Ia yang penuh dengan cacian
tidak sedang berangan mencari pembelaan
Yang ia alami cuma biasa saja
Yang ia dalami bermula dari tanya,
"Ada apa dalam diriku?,
ada apa di luar diriku?,
ada apa?,
ada apa?,
ada apa?!"
semuanya ada dalam darahnya
Ia yang teguh di tengah hutan kemelaratan
tidak senang mengeluh meninggalkan kemapanan
Ia yang penuh dengan kekuatan hati dan pikiran
tidak sedang berangan mencari kemenangan
Yang ia cari cuma pengalaman
Yang ia sadari bermula dari kenyataan
Ia yang teguh dengan pendiriannya
tidak senang mengeluh atas kesendiriannya
Ia yang berjalan penuh dengan harapan dan keyakinan
tidak sedang berangan ingin menjadi sang begawan
Ia yang teguh
Ia yang teduh
terpaksa mengaduh, tak tahan melihat masa lalunya yang rapuh
Ialah Ganesha Bandung, yang lahir di bawah mega mendung, udara
puncak gunung
Yogyakarta, Maret 1990.
HAN YANG SIP
Oleh : Margita Widiyatmaka
Itu Han yang mahamurah lagi mahaasih
bila beliau murka, masih menyimpan kasih
Itu Han yang mahabisa lagi mahalebih
bila beliau berikan kuasa, tak pernah memilih
Itu Han di langit keteduhan
Itu Han diapit ayahbunda
Itu Han bangkit dari makam
Itu Han di langit kehidupan
Itu Han di laut terpendam
Itu Han menyimpan rahasia alam
Itu Han yang berjalan-jalan di atas bara api
Itu Han yang berparas tampan dan berpakaian rapi
Itu Han yang meniup bara api merah menjadi biru api suci
Itulah Hansip, Tuhan Si Pencipta
Tuti ada diciptakan Han
Budi ada diciptakan Han
nah, seluruh isi langit-bumi itulah bahan yang membuat kita
ada, dan untuk menciptakan kembali yang lebih ada sesuai ke-
hendak Han
Yogyakarta, Maret 1990.
Itu Han yang mahamurah lagi mahaasih
bila beliau murka, masih menyimpan kasih
Itu Han yang mahabisa lagi mahalebih
bila beliau berikan kuasa, tak pernah memilih
Itu Han di langit keteduhan
Itu Han diapit ayahbunda
Itu Han bangkit dari makam
Itu Han di langit kehidupan
Itu Han di laut terpendam
Itu Han menyimpan rahasia alam
Itu Han yang berjalan-jalan di atas bara api
Itu Han yang berparas tampan dan berpakaian rapi
Itu Han yang meniup bara api merah menjadi biru api suci
Itulah Hansip, Tuhan Si Pencipta
Tuti ada diciptakan Han
Budi ada diciptakan Han
nah, seluruh isi langit-bumi itulah bahan yang membuat kita
ada, dan untuk menciptakan kembali yang lebih ada sesuai ke-
hendak Han
Yogyakarta, Maret 1990.
CERMIN PECAH
Oleh : Margita Widiyatmaka
Aku memang salah
memandang pohon dan langit indah cuma tengadah
lupa akar yang menghunjam ke tanah
Aku memang kalah
kesetiaanku yang luruh pada segara dilemparkan alun ke tepi, ke
pandan berduri, yang menjadikan aku luka sampai hari ini
Memang aku sekolah
bukuku tebal selangit kuhapal
pikiranku bebal sempit akal
mataku merah sakit darah
kejengkelanku, buah ketidakberdayaan dalam kebudayaan
Memang aku ngeri dikubur dalam tanah kapur
di luar, subur kabar-kubur bahwa "Akulah Pengkhianat Negeri"
yang memberaki Beringin yang rindang dan kukuh
Aku memang bocah, yang masih gampang terjajah oleh keuasaan kata
namun, aku terus melangkah, menguatkan kaki dan tangan,
membesarkan hati dan daya tahan pikiran
Yogyakarta, Maret 1990.
Aku memang salah
memandang pohon dan langit indah cuma tengadah
lupa akar yang menghunjam ke tanah
Aku memang kalah
kesetiaanku yang luruh pada segara dilemparkan alun ke tepi, ke
pandan berduri, yang menjadikan aku luka sampai hari ini
Memang aku sekolah
bukuku tebal selangit kuhapal
pikiranku bebal sempit akal
mataku merah sakit darah
kejengkelanku, buah ketidakberdayaan dalam kebudayaan
Memang aku ngeri dikubur dalam tanah kapur
di luar, subur kabar-kubur bahwa "Akulah Pengkhianat Negeri"
yang memberaki Beringin yang rindang dan kukuh
Aku memang bocah, yang masih gampang terjajah oleh keuasaan kata
namun, aku terus melangkah, menguatkan kaki dan tangan,
membesarkan hati dan daya tahan pikiran
Yogyakarta, Maret 1990.
CITRA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Setelah kupikir-pikir di desa Mamah tak ada lagi wadah yang bisa
memandu jalannya darah, rasa-rasanya aku harus pergi jauh
merengkuh batas cakrawala yang paling teduh
agar aku dapat bersimpuh, mengenal sejarah sendiri selama tempuh
Setelah kupikir-pikirdi atas gunungku mega tetap keruh
rasa-rasanya aku 'kan jatuh, kalau tak segera berlari mengejar
bayangan sendiri yang sungguh
Yogyakarta, Maret 1990.
Setelah kupikir-pikir di desa Mamah tak ada lagi wadah yang bisa
memandu jalannya darah, rasa-rasanya aku harus pergi jauh
merengkuh batas cakrawala yang paling teduh
agar aku dapat bersimpuh, mengenal sejarah sendiri selama tempuh
Setelah kupikir-pikirdi atas gunungku mega tetap keruh
rasa-rasanya aku 'kan jatuh, kalau tak segera berlari mengejar
bayangan sendiri yang sungguh
Yogyakarta, Maret 1990.
Selasa, 19 Juli 2011
MISTERI
Oleh : Margita Widiyatmaka
Selalu saja kau bersembunyi
di belakang topeng ada maksud hati
jangan ingkari!
jangan berlari!
untuk membela sang diri
Selalu saja kau berdusta
di sorot mata sudah kemerasa
untuk bicara
untuk tertawa
untuk menghibur derita
Masa lalumu, masa pahitmu
masih terbawa di alam nyatamu
aku pun tahu, dari caramu
yang sering menyendiri, kalau laut tak bernyanyi
Di balik kacamata yang hitam
terselip bekas luka yang dalam
mari lupakan, dengan bernyanyi!
untuk menghias kehidupan
Yogyakarta, Maret 1990.
Selalu saja kau bersembunyi
di belakang topeng ada maksud hati
jangan ingkari!
jangan berlari!
untuk membela sang diri
Selalu saja kau berdusta
di sorot mata sudah kemerasa
untuk bicara
untuk tertawa
untuk menghibur derita
Masa lalumu, masa pahitmu
masih terbawa di alam nyatamu
aku pun tahu, dari caramu
yang sering menyendiri, kalau laut tak bernyanyi
Di balik kacamata yang hitam
terselip bekas luka yang dalam
mari lupakan, dengan bernyanyi!
untuk menghias kehidupan
Yogyakarta, Maret 1990.
MOMENTUM II
Oleh : Margita Widiyatmaka
mulai detik ini pola lamaku dalam berpikir harus berakhir
menerima diri tanpa mencibir, dan menimbanya agar air cinta se-
nantiasa mengalir
sebab inilah sumber kebijaksanaan
untuk tidak mudah tergelincir pada manisnya keadaan
mulai detik ini pola lamaku dalam berolah rasa harus berakhir
memberi salam pada lingkungan tanpa prasangka, lalu menyelaminya
sebab inilah sumber kejujuran
untuk membangun kesadaran
mulai detik ini pola lamaku dalam bermasyarakat harus berakhir
mental baja lunakkan duri; dan disinari matahari, tak manjakan
diri
sebab inilah sumber kekuatan yang alami
untuk tidak mudah percaya dengan basa-basi
Yogyakarta, Pebruari 1990.
mulai detik ini pola lamaku dalam berpikir harus berakhir
menerima diri tanpa mencibir, dan menimbanya agar air cinta se-
nantiasa mengalir
sebab inilah sumber kebijaksanaan
untuk tidak mudah tergelincir pada manisnya keadaan
mulai detik ini pola lamaku dalam berolah rasa harus berakhir
memberi salam pada lingkungan tanpa prasangka, lalu menyelaminya
sebab inilah sumber kejujuran
untuk membangun kesadaran
mulai detik ini pola lamaku dalam bermasyarakat harus berakhir
mental baja lunakkan duri; dan disinari matahari, tak manjakan
diri
sebab inilah sumber kekuatan yang alami
untuk tidak mudah percaya dengan basa-basi
Yogyakarta, Pebruari 1990.
PETUAH JODOH
Oleh : Margita Widiyatmaka
Cobalah engkau tanamkan cinta
tidak mengigau inginkan intan
dan silau menatap kemewahan
Cobalah engkau hati-hati memilih
yang memukau nampak lebih belum tentu tahan simpan kasih
Yogyakarta, Pebruari 1990.
Cobalah engkau tanamkan cinta
tidak mengigau inginkan intan
dan silau menatap kemewahan
Cobalah engkau hati-hati memilih
yang memukau nampak lebih belum tentu tahan simpan kasih
Yogyakarta, Pebruari 1990.
FALSAFAH SAPTAHURIP
Oleh : Margita Widiyatmaka
0 --- 7 tahun, Kemungkinan Hidup
7 --- 17 tahun, Harapan Hidup
17 --- 27 tahun, Kemauan Hidup
27 --- 37 tahun, Kemampuan Hidup
37 --- 47 tahun, Pegangan Hidup
47 --- 57 tahun, Pandangan Hidup
57 tahun ke atas, Sisa Hidup
Yogyakarta, Februari 1990.
0 --- 7 tahun, Kemungkinan Hidup
7 --- 17 tahun, Harapan Hidup
17 --- 27 tahun, Kemauan Hidup
27 --- 37 tahun, Kemampuan Hidup
37 --- 47 tahun, Pegangan Hidup
47 --- 57 tahun, Pandangan Hidup
57 tahun ke atas, Sisa Hidup
Yogyakarta, Februari 1990.
KEWAJARANKU
Oleh : Margita Widiyatmaka
di dalam masyarakat aku tak mungkin berp[eran sebagai malaikat
yang paling mungkin cuma terus-menerus melihat, lebih dari yang
terlihat;
mengingat, lebih dari yang teringat
dan akhirnya membujat, lebih dari yang sudah terbuat
Yogyakarta, Pebruari 1990.
di dalam masyarakat aku tak mungkin berp[eran sebagai malaikat
yang paling mungkin cuma terus-menerus melihat, lebih dari yang
terlihat;
mengingat, lebih dari yang teringat
dan akhirnya membujat, lebih dari yang sudah terbuat
Yogyakarta, Pebruari 1990.
PENGAKUAN TIGA WAJAH
Oleh : Margita Widiyatmaka
di depan cermin aku siap menjadi tiga berhala
diuji dan dicoba
dipuji dan dipuja
yang pertama bermuka kotak
yang kedua bermuka bulat
yang ketiga bermuka segitiga
dimasukkan dalam kotak-kotak suara
untuk menjadi p[eringatan dan tatacara
Yogyakarta, Pebruari 1990.
di depan cermin aku siap menjadi tiga berhala
diuji dan dicoba
dipuji dan dipuja
yang pertama bermuka kotak
yang kedua bermuka bulat
yang ketiga bermuka segitiga
dimasukkan dalam kotak-kotak suara
untuk menjadi p[eringatan dan tatacara
Yogyakarta, Pebruari 1990.
CC
Oleh : Margita Widiyatmaka
ada angin baru yang dingin dan bisu
segarkan hidup dan mimpi-mimpiku
ada tangis baru yang padu dengan rasa gembira
tegarkan aku kembara
Ia yang mengajak bersahabat dengan berikan tongkatnya, tapi maku
cuma sanggup memandangnya
ada angin baru yang dingin dan bisu
segarkan hidup dan mimpi-mimpiku
ada tangis baru yang padu dengan rasa gembira
tegarkan aku kembara
Ia yang mengajak bersahabat dengan berikan tongkatnya, tapi maku
cuma sanggup memandangnya
ILUSI
Oleh : Margita Widiyatmaka
dari mana kita harus memulai?, membentuk citra diri dari kesemuan
pandai -- bukan sekedar cerita di laut ada Putri Ayu melantai --
yang membuat kita berandai-andai tak sampai-sampai
dari manabu kita harus memulai?, membentuk citra diri dsari kesemuan
kaya -- bukan skedar cerita di atas langit lapis tujuh ada sur-
ga -- yang membuat kita kehilangan fungsi dan dan peran di bumi
Yogyakarta, Januari 1990.
dari mana kita harus memulai?, membentuk citra diri dari kesemuan
pandai -- bukan sekedar cerita di laut ada Putri Ayu melantai --
yang membuat kita berandai-andai tak sampai-sampai
dari manabu kita harus memulai?, membentuk citra diri dsari kesemuan
kaya -- bukan skedar cerita di atas langit lapis tujuh ada sur-
ga -- yang membuat kita kehilangan fungsi dan dan peran di bumi
Yogyakarta, Januari 1990.
KASIHAN SI AMAT
Oleh : Margita Widiyatmaka
sebagai orang "cacat" di titik nol ia slalu dilihat
nanti-nanti dulu untuk mencuat, meski karyanya patut mendapat
predikat terhormat
telah diturunkan ayat yang meniadakan Amat di luar para "Penga-
mat" (?)
sehingga tidak dibuka kesempatan kepadanya untuk mengisyaratkan
bumi ini akan menggeliat
Gunungkidul, Januari 1990.
sebagai orang "cacat" di titik nol ia slalu dilihat
nanti-nanti dulu untuk mencuat, meski karyanya patut mendapat
predikat terhormat
telah diturunkan ayat yang meniadakan Amat di luar para "Penga-
mat" (?)
sehingga tidak dibuka kesempatan kepadanya untuk mengisyaratkan
bumi ini akan menggeliat
Gunungkidul, Januari 1990.
MOMENTUM I
Oleh : Margita Widiyatmaka
sudah sampai "titik pirsa"
berpikir dan berolahrasa tentang dunia, apa adanya!
lahir tanpa basa-basi
hidup tanpa tutup mata
mati meraup karta
Yogyakarta, Januari 1990.
sudah sampai "titik pirsa"
berpikir dan berolahrasa tentang dunia, apa adanya!
lahir tanpa basa-basi
hidup tanpa tutup mata
mati meraup karta
Yogyakarta, Januari 1990.
PERSEPSI II
Oleh : Margita Widiyatmaka
Melihat randu alas
pikiranku terpandu ke alam bebas
Batangnya yang lurus menjulang ke atas
mengingatkan aku pada yang tak terbatas
Kembangnya yang sedang mekar
memberikan padaku pandangan yang lebih segar
Durinya yang tajam dan mengerikan
mengingatkan aku pada kuburan
Yogyakarta, Januari 1990.
Melihat randu alas
pikiranku terpandu ke alam bebas
Batangnya yang lurus menjulang ke atas
mengingatkan aku pada yang tak terbatas
Kembangnya yang sedang mekar
memberikan padaku pandangan yang lebih segar
Durinya yang tajam dan mengerikan
mengingatkan aku pada kuburan
Yogyakarta, Januari 1990.
SEPI
Oleh : Margita Widiyatmaka
tak ada mami tak ada papi
tak ada sapa tak ada sapi
yang ada hanya kesadaran tak bertepi
meragukan kemungkinan yang tak pasti
tak ada telaga tak ada perigi
tak ada iga tak ada peridi
tak ada mega tak ada warna
tak ada marga tak ada maka
tak ada tidak tak ada tetapi
tak ada bidak tak ada menteri
tak ada apa-apa itulah ia!
Yogyakarta, 1989.
tak ada mami tak ada papi
tak ada sapa tak ada sapi
yang ada hanya kesadaran tak bertepi
meragukan kemungkinan yang tak pasti
tak ada telaga tak ada perigi
tak ada iga tak ada peridi
tak ada mega tak ada warna
tak ada marga tak ada maka
tak ada tidak tak ada tetapi
tak ada bidak tak ada menteri
tak ada apa-apa itulah ia!
Yogyakarta, 1989.
PERCUMA
Oleh : Margita Widiyatmaka
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angin sepoi
tak diraspi
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angin sapa
tak disahuti
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angin seni
tak dirasai
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angon nalar
tak dimengerti
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angin asa
tak disiasati
Yogyakarta, 1989.
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angin sepoi
tak diraspi
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angin sapa
tak disahuti
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angin seni
tak dirasai
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angon nalar
tak dimengerti
apalah artinya sepi?,
di garisnya mengalir angin asa
tak disiasati
Yogyakarta, 1989.
SAKIT
Oleh : Margita Widiyatmaka
akan kencing, keluar tahi
akan berak, keluar air seni
akan teriak, keluar riak
udara panas, malah dingin
angin masuk, tambah dingin
ingin masuk sekolah, kepala berat sebelah
Yogyakarta, 1989.
akan kencing, keluar tahi
akan berak, keluar air seni
akan teriak, keluar riak
udara panas, malah dingin
angin masuk, tambah dingin
ingin masuk sekolah, kepala berat sebelah
Yogyakarta, 1989.
INGAT
Oleh : Margita Widiyatmaka
lebih dan kurangnya manusia pada ingat
sedih dan senangnya manusia pada ingat
tapi ingat!,
seingat-ingatnya manusia yang paling ingat
masih menyelinap sifat lupa
agar ia dapat tertawa
Yogyakarta, 1989.
lebih dan kurangnya manusia pada ingat
sedih dan senangnya manusia pada ingat
tapi ingat!,
seingat-ingatnya manusia yang paling ingat
masih menyelinap sifat lupa
agar ia dapat tertawa
Yogyakarta, 1989.
TERAPI I
Oleh : Margita Widiyatmaka
di dalam rumahku masih ada puisi penyejuk hati
ingin kubawa berlari melampaui batas sepi, atau kunyanyikan hingga
hilang pedih-peri
Yogyakarta, 1989.
di dalam rumahku masih ada puisi penyejuk hati
ingin kubawa berlari melampaui batas sepi, atau kunyanyikan hingga
hilang pedih-peri
Yogyakarta, 1989.
SAJAK PENGAKUAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
aku bukan pencuri!
jika ingin cari aku, carilah dalam resahku!
jika ingin catat aku, catatlah dalam diamku!
bukan dalam namaku yang terlanjur dicap "kuciang"!
para pencari mencuri aku, yang dicuri asli milikku!
para pencuri mencari aku, yang dicari pengakuanku!
yang mencari tak 'kan pernah mengakui
yang mencuri tak 'kan pernah merasa memiliki
Yogyakarta, 1989.
aku bukan pencuri!
jika ingin cari aku, carilah dalam resahku!
jika ingin catat aku, catatlah dalam diamku!
bukan dalam namaku yang terlanjur dicap "kuciang"!
para pencari mencuri aku, yang dicuri asli milikku!
para pencuri mencari aku, yang dicari pengakuanku!
yang mencari tak 'kan pernah mengakui
yang mencuri tak 'kan pernah merasa memiliki
Yogyakarta, 1989.
HIDUP BERUMAH TANGGA
Oleh : Margita Widiyatmaka
akan ada makan karena bekal
akan ada bekal karena akal
akan ada akal karena makan
akan ada lawan karena lain
akan ada lawan karena lalim
akan ada lawan karena lalai
lawan yang lain itulah lawan-kawin
akan ada kawan karena salam
akan ada kawan karena karim
kawan yang lain itulah kawan-kawin
akan ada betah butuh rumah
akan ada rumah butuh tiang
akan ada tiang butuh siang
akan ada siang butuh malam
akan ada malam butuh rumah
akan ada rumah butuh tabah
akan ada tabah butuh betah
akan lebih betah butuh anak
akan ada anak butuh merangkak
akan ada merangkak butuh kaki dan tangan
akan lebih enak butuh pegangan
Yogyakarta, 1989.
akan ada makan karena bekal
akan ada bekal karena akal
akan ada akal karena makan
akan ada lawan karena lain
akan ada lawan karena lalim
akan ada lawan karena lalai
lawan yang lain itulah lawan-kawin
akan ada kawan karena salam
akan ada kawan karena karim
kawan yang lain itulah kawan-kawin
akan ada betah butuh rumah
akan ada rumah butuh tiang
akan ada tiang butuh siang
akan ada siang butuh malam
akan ada malam butuh rumah
akan ada rumah butuh tabah
akan ada tabah butuh betah
akan lebih betah butuh anak
akan ada anak butuh merangkak
akan ada merangkak butuh kaki dan tangan
akan lebih enak butuh pegangan
Yogyakarta, 1989.
GILA YANG GELI
***Buat : para sarjana
Oleh : Margita Widiyatmaka
gila!
lagi-lagi gagal, lagi-lagi gagal
gela, belum lagi lega
geli, ah!
gelisah lagi-lagi gelisah
gagal yang paling sebal
gela yang paling genit
paling-paling jadi raja di rumah saja
geli, ah!
gundah-gulana para sarjana
lagi-lagi lagu lama, lagi-lagi lagu lama
berdesah lagi lagu ketidakpastian
malu, ah!
genggam gelisah, kibarkan ijasah
Yogyakarta, 1989.
Oleh : Margita Widiyatmaka
gila!
lagi-lagi gagal, lagi-lagi gagal
gela, belum lagi lega
geli, ah!
gelisah lagi-lagi gelisah
gagal yang paling sebal
gela yang paling genit
paling-paling jadi raja di rumah saja
geli, ah!
gundah-gulana para sarjana
lagi-lagi lagu lama, lagi-lagi lagu lama
berdesah lagi lagu ketidakpastian
malu, ah!
genggam gelisah, kibarkan ijasah
Yogyakarta, 1989.
SERBA-SERBI
Oleh : Margita Widiyatmaka
mungkin saja, kemungkinan menjadi tiada
sebab angin pun tak pernah berpesan bahwa kemungkinan harus me-
njadi ada
hai, manusia yang paling ingin!
bersiaplah hadapi kemungkinan yang paling tiada, agar kau tidak
kecewa selamanya!
( manusia yang paling ingin, meminta angin membawa angan
kalau mungkin
kalau tak mungkin, ia tentu bersumpah-serapah dan ke-
mungkinan lupa tanah )
paling aman :
bacalah segala kemungkinan yang paling mungkin di setiap kau-
bermukim!
beringinlah!
beranganlah!
bersiaplah!
mulailah, agar yang mungkin mendekat, yang tak munkin me-
narik jidat!
dengan kepala dingin dan kepalan tangan
dengan keringat dan seribu satu harapan
Yogyakarta, 1989.
mungkin saja, kemungkinan menjadi tiada
sebab angin pun tak pernah berpesan bahwa kemungkinan harus me-
njadi ada
hai, manusia yang paling ingin!
bersiaplah hadapi kemungkinan yang paling tiada, agar kau tidak
kecewa selamanya!
( manusia yang paling ingin, meminta angin membawa angan
kalau mungkin
kalau tak mungkin, ia tentu bersumpah-serapah dan ke-
mungkinan lupa tanah )
paling aman :
bacalah segala kemungkinan yang paling mungkin di setiap kau-
bermukim!
beringinlah!
beranganlah!
bersiaplah!
mulailah, agar yang mungkin mendekat, yang tak munkin me-
narik jidat!
dengan kepala dingin dan kepalan tangan
dengan keringat dan seribu satu harapan
Yogyakarta, 1989.
LOGIKA MAUMU
Oleh : Margita Widiyatmaka
ada rayu ada mau
ada mau ada ragu
ada ragu ada siasat
ada siasat dalam rayu
dalam rayu belum tentu mau!
ada rayu ada beri?
kalau ada, kalau terima, tentu ada mau!
ada beri ada riya?
kalau ada, kalau tahu, tentu ada muak!
Yogyakarta, 1989.
ada rayu ada mau
ada mau ada ragu
ada ragu ada siasat
ada siasat dalam rayu
dalam rayu belum tentu mau!
ada rayu ada beri?
kalau ada, kalau terima, tentu ada mau!
ada beri ada riya?
kalau ada, kalau tahu, tentu ada muak!
Yogyakarta, 1989.
Senin, 18 Juli 2011
SAJAK PINGGIR KALI
Oleh : Margita Widiyatmaka
aku kenal tepi, bukan sekedar sepi
aku kenal tepi, bahkan maling yang sedang nyepi
aku kenal tebing, yang menggeliat saat gawat dan genting
aku kenal bambu, yang ditebang tak mau mati
aku kenal matahari, mata kehidupan sehari-hari
aku pun kenal seorang bekas napi
yang menyadari ketepiannya tak mau dibunuh sepi
menggiring batu dan pasir ke tepi
menciptakan bangunan indah dan asri
pantatnya tak pernah betah ngendon lama di kursi
tangannya pun tak pernah lepas dari sabit, keranjang, dan tali
cuma untuk ekor sapi, ia bunuh sepi
cuma untuk angkat topi, ia pecah batu kali
cuma akan bilang "tetapi", ia enggan, kalau-kalau
dianggap "barangkali"
Yogyakarta, 1987.
aku kenal tepi, bukan sekedar sepi
aku kenal tepi, bahkan maling yang sedang nyepi
aku kenal tebing, yang menggeliat saat gawat dan genting
aku kenal bambu, yang ditebang tak mau mati
aku kenal matahari, mata kehidupan sehari-hari
aku pun kenal seorang bekas napi
yang menyadari ketepiannya tak mau dibunuh sepi
menggiring batu dan pasir ke tepi
menciptakan bangunan indah dan asri
pantatnya tak pernah betah ngendon lama di kursi
tangannya pun tak pernah lepas dari sabit, keranjang, dan tali
cuma untuk ekor sapi, ia bunuh sepi
cuma untuk angkat topi, ia pecah batu kali
cuma akan bilang "tetapi", ia enggan, kalau-kalau
dianggap "barangkali"
Yogyakarta, 1987.
MUAK, KAU!
Oleh : Margita Widiyatmaka
Tahu apa kau tentang aku?
duniaku terbentang tak sebatas jidatmu!
semuanya kutentang karena jilat kakimu!
Aku kambing dikebiri yang senantiasa hitam digarisbawahi, dan
tak pernah dibimbing untuk kenal diri
Kalau kau tetap cemburu, menganggap itu pikiran terlalu!,
bau saja ketiakku, baru kau tahu aku bukanlah penghambat
"Golongan Baru"!
Yogyakarta, Desember 1989.
Tahu apa kau tentang aku?
duniaku terbentang tak sebatas jidatmu!
semuanya kutentang karena jilat kakimu!
Aku kambing dikebiri yang senantiasa hitam digarisbawahi, dan
tak pernah dibimbing untuk kenal diri
Kalau kau tetap cemburu, menganggap itu pikiran terlalu!,
bau saja ketiakku, baru kau tahu aku bukanlah penghambat
"Golongan Baru"!
Yogyakarta, Desember 1989.
AKU INI ADALAH
Oleh : Margita Widiyatmaka
tidak berlebihan, Kawan!
bila ada yang berjerih-letih akhirnya mendapatkan, akula kewa-
jaran!
tidak berlebihan, Kawan!
bila ada yang putih akhirnya kecipratan, adalah kehidupan!
tidak berlebihan, Kawan!
bila ada yang bermimpi mendapatkan anak macan, akulah keberun-
tungan!
tidak berlebihan, Kawan!
bila anak macan itu ada dalam genggaman hati, akuilah sebagai
kemuliaan yang sejati!
Akulah kawan, akuilah Kawan!
Yogyakarta, Desember 1989.
tidak berlebihan, Kawan!
bila ada yang berjerih-letih akhirnya mendapatkan, akula kewa-
jaran!
tidak berlebihan, Kawan!
bila ada yang putih akhirnya kecipratan, adalah kehidupan!
tidak berlebihan, Kawan!
bila ada yang bermimpi mendapatkan anak macan, akulah keberun-
tungan!
tidak berlebihan, Kawan!
bila anak macan itu ada dalam genggaman hati, akuilah sebagai
kemuliaan yang sejati!
Akulah kawan, akuilah Kawan!
Yogyakarta, Desember 1989.
POLITIK ?
Oleh : Margita Widiyatmaka
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling kritik
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita salingg lirik
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling intrik
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling jijik
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling klik
Politik, apa itu politik?,
yang baik, tiadakah yang baik?
membuat kita saling bajik
Politik, apa itu politik?
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling bisik
Politik, apa itu politik?
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita lupa titik
Yogyakarta, Desember 1989.
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling kritik
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita salingg lirik
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling intrik
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling jijik
Politik, apa itu politik?,
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling klik
Politik, apa itu politik?,
yang baik, tiadakah yang baik?
membuat kita saling bajik
Politik, apa itu politik?
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita saling bisik
Politik, apa itu politik?
menggelitik, kata itu menggelitik
membuat kita lupa titik
Yogyakarta, Desember 1989.
UNTUKMU : LAUT !
Oleh : Margita Widiyatmaka
ada yang ingin kugapai
dalam alunan melodi sungai, gemuruh genderang tak pernah usai
ada yang telah kuhanyutkan
rintih darahku rindu nselatan
di utara,
tangan tak lagi tangan
kaki tak lagi kaki
mata jauh menerawang
aku hilang terngiang
Bendung Karangtalun (Ancol), Juni 1989.
ada yang ingin kugapai
dalam alunan melodi sungai, gemuruh genderang tak pernah usai
ada yang telah kuhanyutkan
rintih darahku rindu nselatan
di utara,
tangan tak lagi tangan
kaki tak lagi kaki
mata jauh menerawang
aku hilang terngiang
Bendung Karangtalun (Ancol), Juni 1989.
RISDA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Engkaulah magnet kutub utara, yang membuat aku lengket di Kios
Huria
Barangkali yang kupikirkan tak pernah kaurisaukan, dan yang ku-
rasakan tak pernah kauhiraukan
Inilah yang malu kuutarakan, karena tak ingin lagi aku gagal dan kecewa
Yogyakarta, Desember 1989.
Engkaulah magnet kutub utara, yang membuat aku lengket di Kios
Huria
Barangkali yang kupikirkan tak pernah kaurisaukan, dan yang ku-
rasakan tak pernah kauhiraukan
Inilah yang malu kuutarakan, karena tak ingin lagi aku gagal dan kecewa
Yogyakarta, Desember 1989.
LAGU ALAM
Oleh : Margita Widiyatmaka
Laut indah tidak terkata
itulah yang kucinta
gemuruhmu telah cerita
tentang angin dan cahya
Langit merah tidak terbakar
itulah yang kupacar
di senjamu tak ada gusar
slalu ingin berkabar
Burung camar tinggi melayang
itulah yang kupandang
di matamu alam terbentang
slalu ingin melanglang
Gunungkidul, Desember 1989.
Laut indah tidak terkata
itulah yang kucinta
gemuruhmu telah cerita
tentang angin dan cahya
Langit merah tidak terbakar
itulah yang kupacar
di senjamu tak ada gusar
slalu ingin berkabar
Burung camar tinggi melayang
itulah yang kupandang
di matamu alam terbentang
slalu ingin melanglang
Gunungkidul, Desember 1989.
TIMBANG hati-hat
Oleh : Margita Widiyatmaka
Sejak kali pertama aku sudah menduga, dalam dirimu ada :
1001 (seribu satu) tangan, 101(seratus satu) kaki, dan
0002 (dua) kepala
Bagaimana aku bisa mengenal tanganmu yang sejati, kalau salammu
tak di alam?
kepala
Bagaimana aku bisa mengenal kakimu yang sejati, kalau jalanmu
tak di alam?
Bagaimana aku bisa mengenal kepalamu yang sejati?!,
AKU HARUS hati-hati!!
Gunungkidul, Desembewr 1989.
Sejak kali pertama aku sudah menduga, dalam dirimu ada :
1001 (seribu satu) tangan, 101(seratus satu) kaki, dan
0002 (dua) kepala
Bagaimana aku bisa mengenal tanganmu yang sejati, kalau salammu
tak di alam?
kepala
Bagaimana aku bisa mengenal kakimu yang sejati, kalau jalanmu
tak di alam?
Bagaimana aku bisa mengenal kepalamu yang sejati?!,
AKU HARUS hati-hati!!
Gunungkidul, Desembewr 1989.
MW
Oleh : Margita Widiyatmaka
Akulah gelombang yang kehilangan pantai
sebatas tebing khayal berandai
berkali terpelanting gagal menggapai
ingin mencari peristarahatan yang landai
Akulah gelombang yang menyia-nyiakan peluh
tak pernah satu dulu dalam tempuh
terburu-buru merengkuh seluruh
Akulah gelombang yang kehilangan bintang
tak pernah senang memandang mega, karena bimbang selalu ada
di sana
Gunungkidul, Desember 1989.
Akulah gelombang yang kehilangan pantai
sebatas tebing khayal berandai
berkali terpelanting gagal menggapai
ingin mencari peristarahatan yang landai
Akulah gelombang yang menyia-nyiakan peluh
tak pernah satu dulu dalam tempuh
terburu-buru merengkuh seluruh
Akulah gelombang yang kehilangan bintang
tak pernah senang memandang mega, karena bimbang selalu ada
di sana
Gunungkidul, Desember 1989.
NOTES
Oleh : Margita Widiyatmaka
Sering aku mencatat, dalam diri orang "cacat" terdapat sesuatu
yang hebat
Sering aku mencatat, dalam diri orang berpangkat terdapat ba-
nyak tipu-muslihat
Sering aku mencatat keadaan orang melarat, untuk beli sepotong
baju saja susah amat
Sering aku mencatat keadaan orang kaya, untuk beli BH saja ke
Kota Singa
Lalu untuk apa aku mencatat, kalau malaikat pun sudah melaku-
kannya?
bukan untuk dengki atau iri
cuma untuk mengerti diri-sendiri
Yang tidak perlu aku catat adalah :
kalau ada orang "cacat" menjual kelemahannya
kalau ada orang berpangkat menjual kekuasaannya
kalau ada orang melarat yang mengaku dirinya calon konglo-
merat, kalau -kalau nomor angka yang ia impikan tepat
kalau ada orang kaya yang tidak berdaya dikepung hak-milik-
nya
Gunungkidul, Nopember 1989.
Sering aku mencatat, dalam diri orang "cacat" terdapat sesuatu
yang hebat
Sering aku mencatat, dalam diri orang berpangkat terdapat ba-
nyak tipu-muslihat
Sering aku mencatat keadaan orang melarat, untuk beli sepotong
baju saja susah amat
Sering aku mencatat keadaan orang kaya, untuk beli BH saja ke
Kota Singa
Lalu untuk apa aku mencatat, kalau malaikat pun sudah melaku-
kannya?
bukan untuk dengki atau iri
cuma untuk mengerti diri-sendiri
Yang tidak perlu aku catat adalah :
kalau ada orang "cacat" menjual kelemahannya
kalau ada orang berpangkat menjual kekuasaannya
kalau ada orang melarat yang mengaku dirinya calon konglo-
merat, kalau -kalau nomor angka yang ia impikan tepat
kalau ada orang kaya yang tidak berdaya dikepung hak-milik-
nya
Gunungkidul, Nopember 1989.
WALA-WALA KUWATA
Oleh : Margita Widiyatmaka
Kekuatanku pada matahari
kalau tak malam, enggan bersembunyi
kalau tak rela, suarakan hati
Kekuatanku pada bumi
kalau tak kaki, sendu di mata
kalau tak tangan, rindu berdarah
Kekuatanku pada laut
kalau tak perkasa, mudah larut
kalau tak kuasa, sudah itu maut
Kekuatanku pada gelora ketiganya
kalau tak lagu, enggan bersuara
kalau tak tahu, akan bertanya
Kekuatanku dilapis hati
karena kasih-Nya, damaikan bumi
Gunungkidul, Nopember 1989.
Kekuatanku pada matahari
kalau tak malam, enggan bersembunyi
kalau tak rela, suarakan hati
Kekuatanku pada bumi
kalau tak kaki, sendu di mata
kalau tak tangan, rindu berdarah
Kekuatanku pada laut
kalau tak perkasa, mudah larut
kalau tak kuasa, sudah itu maut
Kekuatanku pada gelora ketiganya
kalau tak lagu, enggan bersuara
kalau tak tahu, akan bertanya
Kekuatanku dilapis hati
karena kasih-Nya, damaikan bumi
Gunungkidul, Nopember 1989.
BARANGKALI MUNAFIK
Oleh : Margita Widiyatmaka
Orang kita penuh salam, tetapi sering lupa selam
inilah yang menjadikan :
saudara saling tikam
tetangga saling hantam
sahabat saling sikat
Orang kita penuh jabat, tetapi sering lupa jabar
inilah yang menjadikan :
pertanyaan tidak terjawab
kenyataan tidak disadari
Orang kita penuh nasi, tetapi sering lupa ilmu padi
inilah yang menjadikan :
kepala tidak berisi
tangan tidak berarti
hati mudah larut dalam emosi
Orang kita penuh gengsi, tetapi sering lupa berprestasi
inilah yang menjadikan :
mata iri, kalau tak ada kepuasan sang diri
kaki gatal, kalau tak menjegal kanan-kiri
tangan mencekik leher kehidupan yang hakiki
Orang kita penuh "memedi", tetapi sering lupa "semedi"
inilah yang menjadikan kita lupa diri
Gunungkidul, Nopember 1989.
Orang kita penuh salam, tetapi sering lupa selam
inilah yang menjadikan :
saudara saling tikam
tetangga saling hantam
sahabat saling sikat
Orang kita penuh jabat, tetapi sering lupa jabar
inilah yang menjadikan :
pertanyaan tidak terjawab
kenyataan tidak disadari
Orang kita penuh nasi, tetapi sering lupa ilmu padi
inilah yang menjadikan :
kepala tidak berisi
tangan tidak berarti
hati mudah larut dalam emosi
Orang kita penuh gengsi, tetapi sering lupa berprestasi
inilah yang menjadikan :
mata iri, kalau tak ada kepuasan sang diri
kaki gatal, kalau tak menjegal kanan-kiri
tangan mencekik leher kehidupan yang hakiki
Orang kita penuh "memedi", tetapi sering lupa "semedi"
inilah yang menjadikan kita lupa diri
Gunungkidul, Nopember 1989.
MELESET
O)leh : Margita Widiyatmaka
Pernah aku mencoba mencari makna hidup dengan bersepi-sepi, dan
bertanya-tanya kepada para pertapa
tapi sia-sia, ia tak kudapatkan di sana
Pernah aku mencoba mencari makna hidup dengan berlari-lari menge-
jar kunang di hutan akasia
tapi sia-sia, kekecewaan yang tersisa
Sekali pernah aku bermalam di kuburan tua bermandikan bintang se-
juta, diapit dua kamboja
akhirnya, sakitlah yang kujumpa
Sleman, Juli 1989.
Pernah aku mencoba mencari makna hidup dengan bersepi-sepi, dan
bertanya-tanya kepada para pertapa
tapi sia-sia, ia tak kudapatkan di sana
Pernah aku mencoba mencari makna hidup dengan berlari-lari menge-
jar kunang di hutan akasia
tapi sia-sia, kekecewaan yang tersisa
Sekali pernah aku bermalam di kuburan tua bermandikan bintang se-
juta, diapit dua kamboja
akhirnya, sakitlah yang kujumpa
Sleman, Juli 1989.
PRAHARA I
Oleh : Margita Widiyatmaka
Percuma aku punya kamu
yang tenang bermuka batu
yang tak senang melihat aku maju
Kala aku punya salam, senyummu tak di alam
Kala aku punya malam, mataharimu mematai bulan dan bintangku
Kalau semua seperti kamu
dunia ini sudah jadi sampah kutu
Gunungkidul, Oktober 1989
Percuma aku punya kamu
yang tenang bermuka batu
yang tak senang melihat aku maju
Kala aku punya salam, senyummu tak di alam
Kala aku punya malam, mataharimu mematai bulan dan bintangku
Kalau semua seperti kamu
dunia ini sudah jadi sampah kutu
Gunungkidul, Oktober 1989
Minggu, 17 Juli 2011
ANTARA AKU DAN SAUDARA TUAKU
Oleh : Margita Widiyatmaka
Ketika mereka berkaraoke "Sakura-sakura", aku pegang sakuku yang
rata
Ketika mereka jeprat-jepret dengan "Samurai", aku prat-pret ken-
tuti gunung dan ngarai
Ketika mereka pergi mencari dan mencuri ilmu-tehnologi, aku jadi
pertapa yang kehilangan arti
Ketka mereka kembali ke Negeri Sakura, aku sudah dikirimi ma-
inan yang meriah dan meruah
Gunungkidul, Agustus 1989.
Ketika mereka berkaraoke "Sakura-sakura", aku pegang sakuku yang
rata
Ketika mereka jeprat-jepret dengan "Samurai", aku prat-pret ken-
tuti gunung dan ngarai
Ketika mereka pergi mencari dan mencuri ilmu-tehnologi, aku jadi
pertapa yang kehilangan arti
Ketka mereka kembali ke Negeri Sakura, aku sudah dikirimi ma-
inan yang meriah dan meruah
Gunungkidul, Agustus 1989.
RATAP MALAM
Oleh : Margita Widiyatmaka
Langit cemerlang berganti kusam
bintang dan bulan berbagi temaram
Jiwa meronta, pandang ke atas
jantung berdebar, tergentar panas
Langit kelam kehilangan cinta
sakit alam kehduoan kita
Tengah malam aku pun berdoa
agar terhindar dari petaka
Yogyakarta, Maret 1989
Langit cemerlang berganti kusam
bintang dan bulan berbagi temaram
Jiwa meronta, pandang ke atas
jantung berdebar, tergentar panas
Langit kelam kehilangan cinta
sakit alam kehduoan kita
Tengah malam aku pun berdoa
agar terhindar dari petaka
Yogyakarta, Maret 1989
COUNTRY ROAD
Oleh : Margita Widiyatmaka
biar aku pulang
memandang telaga, tergenang air di mata
meluncur jauh, penuh batu di kepala
luruh dalam laut yang satu
dikepung gunung seribu
biar aku tegar
sebagai jati di atas batu
mengajak angin 'tuk layangkan daunnya
memihak matari, ingin lestari biar aku pulang
biar aku pulang
memandang teja lengkung
ke seberang jadi urung
Yogyakarta, April 1989.
biar aku pulang
memandang telaga, tergenang air di mata
meluncur jauh, penuh batu di kepala
luruh dalam laut yang satu
dikepung gunung seribu
biar aku tegar
sebagai jati di atas batu
mengajak angin 'tuk layangkan daunnya
memihak matari, ingin lestari biar aku pulang
biar aku pulang
memandang teja lengkung
ke seberang jadi urung
Yogyakarta, April 1989.
Sabtu, 16 Juli 2011
GERSANG
Oleh : Margita Widiyatmaka
karena tiada embun di daun, tiada pula kesejukan di ubun-ubun
kepala pusing kekeringan, sedikit diusik uring-uringan
kerana geliat fajar tidak dibangun, terbayang gaun dan kebaya
badan menggigil penuh lamun, tangan usil terjerat bahaya
Yogyakarta, Juli 1989.
karena tiada embun di daun, tiada pula kesejukan di ubun-ubun
kepala pusing kekeringan, sedikit diusik uring-uringan
kerana geliat fajar tidak dibangun, terbayang gaun dan kebaya
badan menggigil penuh lamun, tangan usil terjerat bahaya
Yogyakarta, Juli 1989.
JARAK KITA
Oleh : Margita Widiyatmaka
terlalu dekat dikira menjilat
terlalu jauh dikira tak butuh
bisa dekat karena tekad
bisa jauh karena keluh
belum dekat alis, mana bisa menarik jidat?
belum dekat ubun-ubun, mana bisa minta ampun?
Yogyakarta, Juni 1989.
terlalu dekat dikira menjilat
terlalu jauh dikira tak butuh
bisa dekat karena tekad
bisa jauh karena keluh
belum dekat alis, mana bisa menarik jidat?
belum dekat ubun-ubun, mana bisa minta ampun?
Yogyakarta, Juni 1989.
AKU KENAL CINTA
Oleh : Margita Widiyatmaka
aku kenal cinta
dari kentalnya tinta
yang tebalkan buku harian
endapakan penderitaan
Aku kenal cinta
dari api suci Shinta
yang membakar keraguan dan luka Rama
Aku kenal cinta
yang lebih dari Dali pada Gala
yang lebih banyak memberi, tak pilih kepala
yang lebih banyak mengerti dunia segala
Aku kenal cinta
yang lebih banyak diam daripada tertawa
yang lebih banyak tertawa daripada kecewa
Yogyakarta, Mei 1989.
aku kenal cinta
dari kentalnya tinta
yang tebalkan buku harian
endapakan penderitaan
Aku kenal cinta
dari api suci Shinta
yang membakar keraguan dan luka Rama
Aku kenal cinta
yang lebih dari Dali pada Gala
yang lebih banyak memberi, tak pilih kepala
yang lebih banyak mengerti dunia segala
Aku kenal cinta
yang lebih banyak diam daripada tertawa
yang lebih banyak tertawa daripada kecewa
Yogyakarta, Mei 1989.
CLEOPATRA, OH, CLEOPATRA
Oleh : Margita Widiyatmaka
seandainya aku tahu manisnya madu karena gula, aku tak mau memi-
numnya
sungguh aku tak angka gadis manis seperti dia, tak sekali ber-
pura-pura jadi teman paling setia
tak tahunya musuh dalam saku celana
seandainya dunia miliknya, apa jadinya?
yang ditipu tak merasa tertipu
yang dirampas tak mersa hatinya lepas
Yogyakarta, April 1989.
seandainya aku tahu manisnya madu karena gula, aku tak mau memi-
numnya
sungguh aku tak angka gadis manis seperti dia, tak sekali ber-
pura-pura jadi teman paling setia
tak tahunya musuh dalam saku celana
seandainya dunia miliknya, apa jadinya?
yang ditipu tak merasa tertipu
yang dirampas tak mersa hatinya lepas
Yogyakarta, April 1989.
SELANGIT
Oleh : Margita Widiyatmaka
tunggu pulung dari langit
ketika pulang jatuh di parit
pegang burung pipit
ketika tegang langsung menjerit,
"Api, api, kuminta api dalam gigil yang sepi!"
"Darah, darah, kuminta darah dalam buluku!"
ah, burung pipit, ridumu engkau simpan di mana?
setelah bangkit, paruhmu tak lagi pandang langit
ah, burung pipit, kapan engkau turun dari bukit?,
menjumpai kekasihmu nun jauh di lembah persemaian
Yogyakarta, April 1989.
tunggu pulung dari langit
ketika pulang jatuh di parit
pegang burung pipit
ketika tegang langsung menjerit,
"Api, api, kuminta api dalam gigil yang sepi!"
"Darah, darah, kuminta darah dalam buluku!"
ah, burung pipit, ridumu engkau simpan di mana?
setelah bangkit, paruhmu tak lagi pandang langit
ah, burung pipit, kapan engkau turun dari bukit?,
menjumpai kekasihmu nun jauh di lembah persemaian
Yogyakarta, April 1989.
REBAH
Oleh : Margita Widiyatmaka
segenggam rasa ingin yang hanya karena dingin terbuai angin
selembare kain yang hanya karena ratap tersingkap
desahla, saksi l;aku yang telah!
Yogyakarta, Mei 1989.
segenggam rasa ingin yang hanya karena dingin terbuai angin
selembare kain yang hanya karena ratap tersingkap
desahla, saksi l;aku yang telah!
Yogyakarta, Mei 1989.
NASEHAT KEPADA KUCIANG
Oleh : Margita Widiyatmaka
pusss ... pusss ... !,
buahkan puisi dari meongmu
bukan sekedar meong tak ada isi
bukan sekedar bengong tak dimengerti
bisa gila, bila meong hanya mau serong!
lebih gila, bila meong hanya mau bohong!
pusss ... pusss ... !,
dengarkan puisiku,
passs-pusss di kamar tamu
ampas usus di kamar bau
prasss-presss di kamar pers
ampas ngeres di kamar beres
bila meong tak ada isi
bila bengong tak dimenegerti
gila memang tak ada arti
Yogyakarta, April 1989.
pusss ... pusss ... !,
buahkan puisi dari meongmu
bukan sekedar meong tak ada isi
bukan sekedar bengong tak dimengerti
bisa gila, bila meong hanya mau serong!
lebih gila, bila meong hanya mau bohong!
pusss ... pusss ... !,
dengarkan puisiku,
passs-pusss di kamar tamu
ampas usus di kamar bau
prasss-presss di kamar pers
ampas ngeres di kamar beres
bila meong tak ada isi
bila bengong tak dimenegerti
gila memang tak ada arti
Yogyakarta, April 1989.
LANSKAP
Oleh : Margita Widiyatmaka
di bawah pohon kapuk kapas
ada yang kumohon untuk lepas
dari baju yang terbentuk dari napasmu
di atas pohon kapuk kapas
ada lalu kupu-kupu
mencari batas tak aku tahu
Yogyakarta, Mei 1989.
di bawah pohon kapuk kapas
ada yang kumohon untuk lepas
dari baju yang terbentuk dari napasmu
di atas pohon kapuk kapas
ada lalu kupu-kupu
mencari batas tak aku tahu
Yogyakarta, Mei 1989.
PERSEPSI
Oleh : Margita Widiyatmaka
di bawah pohon kapuk randu
ada yang kumohon untuk rindu
pada kasur yang terbentuk dari napasmu
di atas pohon kapuk randu
ada batas tak aku tahu
dengan yang maha tinggi, tempat mengadu
Yogyakarta, Mei 1989.
di bawah pohon kapuk randu
ada yang kumohon untuk rindu
pada kasur yang terbentuk dari napasmu
di atas pohon kapuk randu
ada batas tak aku tahu
dengan yang maha tinggi, tempat mengadu
Yogyakarta, Mei 1989.
SETIAP KITA ADALAH TITIK
Oleh : Margita Widiyatmaka
setiap kita adalah titik,
yang memetakan lautan abab menjadiu bab-bab
setiap kita adalah titik,
yang berbaris mencari habis dalam merahnya lampu kota
setiap kita adalah titik,
yang berbaik kata membuat tak berkutik
setiap kita adalah titik,
yang berkoma-koma mencari titik-titik
setiap titik, komalah jiwanya
setiap koma, titiklah matinya
Yogyakarta, Mei 1989.
setiap kita adalah titik,
yang memetakan lautan abab menjadiu bab-bab
setiap kita adalah titik,
yang berbaris mencari habis dalam merahnya lampu kota
setiap kita adalah titik,
yang berbaik kata membuat tak berkutik
setiap kita adalah titik,
yang berkoma-koma mencari titik-titik
setiap titik, komalah jiwanya
setiap koma, titiklah matinya
Yogyakarta, Mei 1989.
CINTA
Oleh : Margita Widiyatmaka
kutatap mega atap bumi
kuratap dinda di dalam sepi
akankah datang, ataukah hanya dalam mimpi?
kubangun angan atap kerinduan
kulamun dinda siang dan malam
akankah kumiliki, ataukah hanya dalam mimpi?
sering, mata kosong jiwa
di dalam sepi kadang tertawa
sering, kata kosong makna
di dalam laku kadang merana
semantap raga semantap jiwa
aku meronta
aku berdoa
semoga dirimu bahagia
semoga sepiku bercanda
kutatap mega atap bumi
kuratap dinda di dalam sepi
akankah datang, ataukah hanya dalam mimpi?
kubangun angan atap kerinduan
kulamun dinda siang dan malam
akankah kumiliki, ataukah hanya dalam mimpi?
sering, mata kosong jiwa
di dalam sepi kadang tertawa
sering, kata kosong makna
di dalam laku kadang merana
semantap raga semantap jiwa
aku meronta
aku berdoa
semoga dirimu bahagia
semoga sepiku bercanda
INGAT MULAKATA
Oleh : Margita Widiyatmaka
mulakata Adam dan Hawa, hutan dan margasatwa, lautan dan rawa,
dan ikan segala
akhirkata dunia tercipta, penuh kota dan desa, bangsa dan negara
ingat mulakata,
berbeda untuk saling kenal
membenci untuk mencinta
hidup untuk memberi
mati untuk menjadi
ingat mulakata,
tak perlu mengulang malapetaka
"Cease Fire '89. And no more Hiroshima!"
Timur-Barat, Utara-Selatan, Arab=-Israel,
Iran-Irak, dan semua gejolak di panggung dunia
itu keprihatinan bersama
sama-sama satu, sama-sama damai
dunia yang satui dan damai itu dambaan di alam ramai
Yogyakarta, April 1989.
mulakata Adam dan Hawa, hutan dan margasatwa, lautan dan rawa,
dan ikan segala
akhirkata dunia tercipta, penuh kota dan desa, bangsa dan negara
ingat mulakata,
berbeda untuk saling kenal
membenci untuk mencinta
hidup untuk memberi
mati untuk menjadi
ingat mulakata,
tak perlu mengulang malapetaka
"Cease Fire '89. And no more Hiroshima!"
Timur-Barat, Utara-Selatan, Arab=-Israel,
Iran-Irak, dan semua gejolak di panggung dunia
itu keprihatinan bersama
sama-sama satu, sama-sama damai
dunia yang satui dan damai itu dambaan di alam ramai
Yogyakarta, April 1989.
BUAT SIAPA?
Oleh : Margita Widiyatmaka
seandainya diijinkan memuji,siapakah yang patut dipuji selain
Tuhan?
dekat dengan-Nya, kedekatannya memberikan kasih-sayang
dekat dengan bumi, kedekatannya memberikan pengertian
dekat dengan bulan, kedekatannya memberikan penerangan
dekat dengan hati, kedekatannya memberikan mata sejati
dekat dengan air, kedekatannya memberikan kesabaran
dekat dengan bunga, kedekatannya memberikan kesempurnaan
dekat denga matahari, kedekatannya memberikan bara hidup
yang tak pernah mati
seandainya diijinkan mendekati
seandainya diijinkan memiliki
seandainya diijinkan bertanya
'kan kumiliki jawabnya, sekarang juga!
Yogyakarta, April 1989.
seandainya diijinkan memuji,siapakah yang patut dipuji selain
Tuhan?
dekat dengan-Nya, kedekatannya memberikan kasih-sayang
dekat dengan bumi, kedekatannya memberikan pengertian
dekat dengan bulan, kedekatannya memberikan penerangan
dekat dengan hati, kedekatannya memberikan mata sejati
dekat dengan air, kedekatannya memberikan kesabaran
dekat dengan bunga, kedekatannya memberikan kesempurnaan
dekat denga matahari, kedekatannya memberikan bara hidup
yang tak pernah mati
seandainya diijinkan mendekati
seandainya diijinkan memiliki
seandainya diijinkan bertanya
'kan kumiliki jawabnya, sekarang juga!
Yogyakarta, April 1989.
SADAR
Oleh : Margita Widiyatmaka
Oh, langit raksasa memerah, alhamdulillah Tuhan mampir!
setelah sekian warsa aku sakit lemah iman, karena ogah berdzikir
setelah sekian warsa aku sakit parah otak, karena lelah berpikir
setelah sekian warsa aku goyah melangkah, karena janji Dyah Ayu
yang mangkir
setelah sekian warsa aku tak tahu arah, karena tak mampu membuka
pintu sejarah
setelah sekian warsa aku disandera setan, karena kalah melawan
Oh, Tuhan yang mahadahsyat!
baru sekejap Kauperlihatkan mata petir, sumber keluarnya rasa
khawatir, setan kocar-kacir!
alhamdulillah, aku yang hampir kafir, telah kembali segar dan
tegar tanpa ada rasa gusar!
subhanallah .................... !
alhamdulillah .................. !
allahuakbar ................... !
Oh, langit raksasa memerah, alhamdulillah Tuhan mampir!
setelah sekian warsa aku sakit lemah iman, karena ogah berdzikir
setelah sekian warsa aku sakit parah otak, karena lelah berpikir
setelah sekian warsa aku goyah melangkah, karena janji Dyah Ayu
yang mangkir
setelah sekian warsa aku tak tahu arah, karena tak mampu membuka
pintu sejarah
setelah sekian warsa aku disandera setan, karena kalah melawan
Oh, Tuhan yang mahadahsyat!
baru sekejap Kauperlihatkan mata petir, sumber keluarnya rasa
khawatir, setan kocar-kacir!
alhamdulillah, aku yang hampir kafir, telah kembali segar dan
tegar tanpa ada rasa gusar!
subhanallah .................... !
alhamdulillah .................. !
allahuakbar ................... !
Kamis, 14 Juli 2011
TANAH KELAHIRAN
Oleh : Margita Widiyatmaka
tanah kelahiranlah tempat ditancapkan tonggak-tonggak sejarah
tonggak-tonggak sejarahlah yang di pucuknya muncratkan sumsum
dan darah
siapa yang lupakan tanah kelahirannya, akan kehilangan tempat ber-
pijak tonggak-tonggak yang menegakkannya
tanah kelahiranlah tempat kita bercermin dalam luka
tanah kelahiranlah tempat kita menghilang dalam resah
tanah kelahiranlah saksi segala perkara akan diperiksa
tanah kelahiranlah sumber dan sumsum darah kita
tanah kelahiranlah dunia kita yang satu dan damai
bila kita ingat tanah kelahiran,
"Cease Fire '89!'"
"Cease Air '89, no nuclear, and now and next, to be clear!"
Yogyakarta, April 1989.
tanah kelahiranlah tempat ditancapkan tonggak-tonggak sejarah
tonggak-tonggak sejarahlah yang di pucuknya muncratkan sumsum
dan darah
siapa yang lupakan tanah kelahirannya, akan kehilangan tempat ber-
pijak tonggak-tonggak yang menegakkannya
tanah kelahiranlah tempat kita bercermin dalam luka
tanah kelahiranlah tempat kita menghilang dalam resah
tanah kelahiranlah saksi segala perkara akan diperiksa
tanah kelahiranlah sumber dan sumsum darah kita
tanah kelahiranlah dunia kita yang satu dan damai
bila kita ingat tanah kelahiran,
"Cease Fire '89!'"
"Cease Air '89, no nuclear, and now and next, to be clear!"
Yogyakarta, April 1989.
Langganan:
Postingan (Atom)