Kamis, 01 November 2012

KALAU BUKAN KARENA KATA

Kalau bukan karena kata
kita hanyalah "jago kate, wanine cedhak omahe"

Kalau bukan karena kata
kita ini siapa?
"Who are we?"
"Who am I?"
mistery of Mr. W  and Mr. I

Kalau bulan karena kata
kita ini sia-sia, kata siapa?

Kalau bukan karena kata
apakah sabda alam lebih indah daripada diam seribu arca

Kalau jadi korban kata
kita hanyalah katak dalam tempurung
yang berteriak-teriak haus disanjung
segala kehendak tiada yang agung

Gunungkidul, 8 Agustus 2012

INSTING EINSTEIN

Dari wajahmu aku belajar mengenalmu,
Bukan sekedar Einstein, namun juga insting
Bukan sekedar energi kekekalan massa, namun juga energi kekebalan rasa
Bukan sekedar hitam putih di kumismu, namun juga jalan tengah abu-abumu



Aku belajar mengenalmu di lorong tak berpintu
Berjibun huruf, angka, simbol-simbol dalam otakku yang satu
Bukan terdorong oleh nafsu, namun insting
Terjebak di kedalaman ruang dan waktu

Underpass UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 29 Oktober 2012.

Senin, 02 Juli 2012

DENDANG ALAM BAKA

Petang kita menanti malam
terang langit kita akan berganti kelam
lampu-lampu mulai dinyalakan
jadi hiasan penuh tipuan

Dendang kita kinanti alam
terbang melayang lantunkan kegalauan
empu-empu mulai dikerahkan ciptakan keris tak terkalahkan,
meski akhirnya mereka mati jadi tumbal kekuasaan

Tentang kita pasti tenggelam
raga kita raga pinjaman
antri untuk dikembalikan, walau tak mengerti : kapan?
walau di bumi kita kuasa ciptakan kemaharajaan
kita mesti percaya, usia kita tinggal hitungan yang tersisa

Kraton Ratu Boko (Prambanan, Sleman, D.I. Yogyakarta)
1 Juli 2012

DENDANG ALAM BAKA

Senin, 12 Maret 2012

Manusia Mewujud Dalam Sujud

Oleh : Margita Widiyatmaka

Hanya dengan berwujud, manusia membangun cara bersujud
monumen-monumen, kuil-kuil suci, klenteng-klenteng, candi-candi,
gereja-gereja, hingga masjid-masjid
doa-doa dalam agama, puisi religi, tarian sufi,
musik klasik, hingga musik dangdut,  dan  semua nyanyian bernuansa sujud
adalah wujud keberadaan manusia yang membudaya
budayakan diri, budayakan dunia di luar diri
berdayakan diri, tanam pohon ikhtiar
sabar, menanti pasrah
syukur, memanen berkah
mengubah alam kodrat, adab dan peradaban terpahat

Manusia mewujud, sadar “ada”
keberadaan mereka tak sekedar berada, tetapi mengada
setiap kata yang mereka cipta itulah gambaran mengada
setiap konstruksi yang mereka bangun itulah pencitraan keadaan
yang manjakan mimpi-mimpi dengan resepsi dan pesta berbunga imitasi
yang menyulap penderitaan jadi kegembiraan dan kekuatan
yang mengharap cinta tak hilang dari mata dan berkesan selamanya
menangis tersedu-sedan, karena cinta semata kepada Sang Pencipta tak tertahan

Manusia mewujud, mendalam bersujud
senantiasa berikhtibar, lantunkan Tuhan yang akbar
kehormatan dan kemuliaan mereka ada dalam sujud
mewujud itu kesadaran mewajib bersujud
kesujudan mereka, kesetiaan yang mengalir tertib

Hakekat mewujud, kembara bersujud
suara batin, rambu perjalanan hidup
pengendali kehendak dalam bertindak
penyeru cinta untuk tidak atau lakukan sesuatu
sebelum langkah maju, bimbang-ragu  ditimbang-diteraju
sesal di awal, ingat di asal; sesal kemudian, kesia-siaan
nada terjalin terdengar lamat : “kembalikan iman, tujuan selamat”

Yogyakarta,     Februari 2012

Selasa, 28 Februari 2012

Imaji Satriya Mataram


Oleh : Margita Widiyatmaka

Tak pernah padam semangat membangun  api-Merapi
pandang Tugu, lambang tekad suci bersatu-padu
laku utama lalui Malioboro dengan obor penerang agama
mengantar kesetiaan cita-cita mulia

Sungguh pelik menuju Sang Kholik
gelombang dahsyat kehidupan menghadang di Alun-alun Utara
setelah terlewat, sabar menanti di Bangsal Sri Manganti
segala baik-buruk ditakar-dikupas di Bangsal Traju Mas
celaka terpuruk menuju asal, tiada guna tangis dan sesal
tanpa bekal ilmu, iman dan amal

Panggung Krapyak, lambang “Yoni” di lebak pinggul
di utaranya, kampung Mijen, lumbung benih manusia unggul
Tugu, lambang “Lingga”  di puncak “kenthos” tersembul
api- Merapi, tanah bumi Kraton, air –Laut Selatan, angin dan angkasa
dan hingar-bingar pasar, penggerak roda ekonomi rakyat
bentuk garis imajiner simbolis filosofis Merapi-Tugu-Kraton-Panggung Krapyak-Laut Selatan
keseimbangan manusia  - Tuhan, manusia -  manusia, manusia  -  alam
kebersatuan rakyat  -  penguasa, hamba  - Tuhan Maha Kuasa
dalam roh Tugu yang golong-gilig, saling tolong, saling tarik
jadi sinergi teracik apik, semangat  membangun, semangat epik

Tak kenal lelah mengejawantah
ukir nama, hiasan sejarah
SATRIYA MATARAM  berkiprah dalam bingkai Indonesia Jaya
Selaras : senantiasa laras dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia
Akal Budi Luhur :  ada bekal di benak budidaya kehendak jati diri adi
Teladan :  panutan perilaku pibadi terpuji, dianut-runut penuh kesadaran
Rela Melayani : tanpa paksaan dan tekanan memberi pelayanan lebih tanpa pilih kasih
Inovatif : pembaharu yang tak pernah merasa jadi guru bagi kemajuan kelompok dan individu
Yakin dan Percaya Diri : resapi  dan jalani pekerjaan penuh konsentrasi dan semangat di dada
Ahli-Profesional : kompeten, komitmen, dan prestasi jadi kunci penyelesaian pekerjaan
Mandiri : mantap sebagai pribadi di atas kaki sendiri
Asah : mengasah akal dan nurani sebagai bekal mati
Tertib : berkehendak dan bertindak sesuai aturan dan norma yang berlaku
Asih : penuh empati dan kasih-sayang kepada sesama
Religius : patuh pada ajaran agama dan nilai-nilai spiritual
Adiluhung : unggul dan mulia sebagai manusia
Mabrur : diterima  Tuhan Yang Maha Kuasa

 Yogyakarta,    Februari 2012.

Jumat, 24 Februari 2012

Mengenal Cinta-Mu

Oleh : Margita Widiyatmaka

Sejak mengenal cinta-Mu
sajak alirkan laut tinta-Mu tergerak dari pohon pena-Mu
bijak amalkan firman-Mu tergerak cari ridha-Mu

Sejak mengenal cinta-Mu
tidak terjebak pada lautan cinta palsu
yang meminta-minta kerna ada mau
yang merintih-rintih kerna ada nafsu
kesetiaan tumbuh atas dasar kepercayaan, bukan atas dasar keterpaksaan
keberdayaan pulih atas dasar kasih, bukan atas dasar kekuasaan an sich
kebudayaan "linuwih" atas dasar melihat, menulis dan mewujudkan kasih

Sejak mengenal cinta-Mu
menatap batu bagaikan melihat sesuatu
mengeja kata, pahatan waktu
dunia terbaca, lukisan terpadu
hasrat berkaca kian terpacu

Sejak mengenal cinta-Mu
berkata "tidak" tak perlu malu, kalau memang tidak ada sesuatu
berkata "ya" tak usah ragu, kalau memang kejadian seperti itu
genderang perang bertalu-talu, gemerincing pedang siap beradu
hadang korupsi tak bulu pandang, meski sulit terpegang bagai kecoak terbang
atau kadang tersembunyi di ketiak para bintang, tertutup tali kotang
atau selendang cinta palsu yang menggoyang kemaluan kita jadi manusia hina

Gunungkidul, 24 Februari 2012

Jumat, 17 Februari 2012

Belajar Sejarah Kata-Kita

Oleh : Margita Widiyatmaka

Belajar sejarah kata-kita
mengenal masa lalu dengan dada terbelah
Lihatlah batu-batu tersusun
di dalamnya ada sesuatu yang kau ngungun
Lihatlah batu-batu terbelah
di seratnya ada sebersit sinar pencerah
dimatai dari segala arah
dimaknai sebagai hakekat silsilah
silaturahmi, tidak saling salah
Lihatlah  batu-batu terserak
di sela-selanya ada jejak tak mudah terlacak
Lihatlah kerajaan-kerajaan yang berjaya di Jawa
kemegahan mereka masih terpahat dan tersirat di batu-batu
Lihatlah kerajaan-kerajaan yang berjaya di Sumatra
logat mereka, sejarah kata-kita yang mengalir deras
dari Sungai Musi menuju ke Minangkabau mencipta tambo
seberangi laut ke Pulau Bintan, lalu ke Pulau Singapura
Lihatlah kerajaan Singapura
dikalahkan Majapahit, pindah ke Malaka
Lihatlah kerajaan Malaka
dikalahkan Portugis, pindah ke Johor
Lihatlah kerajaan Johor
asal-muasal buku "Sedjarah Melaju" karya Perdana Menterinya,
Tun Sri Lanang atau Datuk Bendahara
bangsa mereka merantau sebagai saudagar
membawa kata-kita ke mana-mana tersebar
lalui pantai-pantai Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, hingga Irian
bercampur rempah-rempah diperdagangkan Kompeni (VOC) yang serakah
ke seluruh Nusantara jadi bahasa perantara

Kata-kita,
oleh Gupermen Belanda "Bahasa Melaju Riau" ditasbihkan
sebagai "Bahasa Melaju asli"
oleh Konggres Pemuda Indonesia tahun 1928 diikrarkan "Berbahasa satoe Bahasa Indonesia"
oleh bangsa Indonesia tahun 1945 dijadikan bahasa resmi kata-kita

Gunungkidul, 17 Februari 2012.

Senin, 13 Februari 2012

Berjalan Sejenak

Oleh : Margita Widiyatmaka

Berjalan sejenak menembus hutan kelabu
aku terjebak di kesenangan semu
senang kusedu, senang tiada kalbu
itulah senang, senang-senang sembilu

Berjalan sejenak di atas licin batu
aku terjebak di keinginan slalu
ingin kuangan, angin tiada salam
itulah ingin, ingin-ingin kelam

Berjalan sejenak di atas nisan batu
aku terjebak di hiasan malam biru
hiasan malamku luasan tak berbingkai
aku tergeletak nampak sebagai bangkai

Berjalan sejenak menembus hutan cemara
aku terjebak di kesunyian hina
sunyi kurenggut tiada bermakna
itulah sunyi, sunyi-sunyi hampa

Berjalan sejenak menembus cakrawala
meniti hidup, menata hadap
hidup tertiti, hadap tertata

Berjalan sejenak mengendus angin surga
surga kudamba, surga para penghamba
berserah-taat pada Yang Kuasa


Berjalan sejenak terdengar denting harpa
harpa terpetik sukma tergetar
cinta Sang Kholik gema sadar

Berjalan sejenak menembus hutan bambu
aku terhenyak mengusap air mataku
dosaku banyak berharap asih ampun-Mu

Gunungkidul, 13 Februari 2012

Jumat, 27 Januari 2012

Mencari Hakekat Cinta

Oleh : Margita Widiyatmaka

Jangan pernah berhenti dan menyerah
mencari hakekat cinta didalam darah
kesetiaan adalah mimpi dan harapan menuju inti kenyataan

Jangan pernah berhenti dan menyerah
mencari hakekat cinta didalam darah
jati diri adalah jalan menata hati, meniti jembatan kemuliaan

Jangan pernah berhenti dan menyerah
mencari hakekat cinta didalam darah
kesedihan, keprihatinan, mimpi dan harapan
dengan keringat dan air mata, hasrat tak pernah reda, dan semangat tak kenal lelah
engkau akan dapatkan hakekat cinta didalam darah

Gunungkidul, 27 Januari 2012

Hakekat Filsafat

Oleh : Margita Widiyatmaka

Tiada awal benar-benar awal
tiada akhir benar-benar akhir
semua berawal dari aku yang berakal-budi
mengenal “ada”, lebih dari yang terlihat
semua berakhir dari aku yang mengalir merasuk segala sesuatu

Tiada sebab yang benar-benar sebab
sebab yang satu disebutkan, sebab yang lain dimungkinkan
mencari heran tiada pernah tertahan

Tiada “hil” tiada hal, tiada hal tiada “hil”
tiada “hil” yang “mustahal”, tiada hal yang mustahil
semua berangkat dari “good will”, bukan kemauan terpaksa

Tiada nol benar-benar nol
semua yang terbagi nol, tak terhingga menjaring semua
menuju Ilahi, lepaskan sukma
meneladani Ilahi bersifat
mengenali dan memahami lebih dalam aku
terhindar dari keheranan yang membelenggu menjadi keheranan yang membebaskan
terhindar dari keterbatasan maknawi  “ada” menjadi keluasan lautan tak bertepi berpelangi

Hakekat filsafat :
di atas langit dan di dalam bumi
pandangan kita terbatas atasi ketinggian, selami kedalaman
misteri ada dibalik pelangi
rindukan harkat-martabat
jauhkan dosa, dekatkan rahmat dan ampunan
kenali kelemahan menuju kekuatan
sadari kekurangan menuju kesempurnaan
pengabdian suci, dunia-akhirat

Gunungkidul, 26 Januari 2012.

Pohon Rindu

Oleh : Margita Widiyatmaka

Pohon rindu yang dulu aku tanam, kini berbuah iman
walau sempat termangu hadapi keadaan
walau sempat terganggu hama kehidupan
walau sempat malu nampakkan kesadaran
engkau tetap tegar dan kuat akar
diterpa badai, tak patah
digerus air, tak rebah

Pohon rindu yang dulu aku tanam, kini jadi hiasan di Taman Keabadian
walau sempat terkotori berbagai tahi hewan
walau sempat dikencingi anak-anak jalanan
walau sempat dimaki kekukuhanmu sebagai keangkuhan
engkau tetap segar, harum kesturi
dibelai-belai, batang-ranting tak berduri
digoyang-gaying, tahan lenting, tegak berdiri
tiada kata tuntas melukiskanmu, kerna kesetiaanmu merindu tak pernah berubah
walau godaan beruah-ruah dan gangguan para bedebah
apa saja, kapan saja, dimana saja; engkau tetap ibadah

Gunungkidul, 27 Januari 2012

Sabtu, 21 Januari 2012

Bola-bali, pola-poli

Oleh : Margita Widiyatmaka


Bola-bali, pola-poli, berulang-ulang, berkali-kali
barang kita beli belang, tak bisa ditukar kembali
semangat kita hilang, sulit berprestasi
cermat kita kurang, kesalahan terjadi

Bola-bali, pola-poli, berulang-ulang, berkali-kali
dari waktu ke waktu, dari ruang ke ruang
dari batu ke batu, dari batang ke batang
kita jadi hantu bergentayang
terpengaruh ratu cenayang
perasaan seteru slalu terpampang

Bola-bali, pola-poli, berulang-ulang, berkali-kali
bola kita dalamnya tak bulat menarik hati
kerna politik kepentingan mainkannya
tak pernah tergelitik lambungkannya
orang gila bola di mana-mana
orang gilas bola leluasa berkuasa

Bola-bali, pola-poli, berulang-ulang, berkali-kali
pola kita banyak, tak kita kenali
gila kita banyak, tak terkendali

Gunungkidul, 21 Januari 2012

Senin, 16 Januari 2012

Renungan Ratu Boko

Oleh : Margita Widiyatmaka


Kini aku papa
cuma batu tersisa
dari kejayaan masa lalu yang terlupa
aku ingin mengingat, membunuh lupa
mengingat sejarahku, bukan ceritanya
aku Raja Bangau yang terluka
menyendiri tiada yang suka
cuma mimpi yang kupunya
bebaskan diri di hamparan bukit
dari belenggu rindu Roro Jonggrang yang menghimpit

Maafkan aku, bila kaumku teraniaya
barangkali aku telah lalim, keji dan alpa
membuat mereka menderita, kerna kupaksa
menanggung beban pembangunan istana
kesewenang-wenangan dan keserakahanku mau dibawa ke pengadilan mana?
KPK belum terbentuk, POLISI masih TIDUR, dan hukum rimba masih berjalan
tiada yang mempermasalahkan
bila alam fana membuatku terlena, layakkah alam baka menerima kejujuranku
apa adanya
tinggal satu yang kumohon : kembalikan bangauku, bala rakyatku
agar mereka bebas dan damai dalam misteri bukit seribu yang ingin kuurai
agar mereka bebas memilih siapa yang paling pantas dimuliakan
Amien!

Kini aku papa
cuma batu tersisa
dari kerajaan masa lalu yang terlupa
aku ingin mengingat, jauh sebelum candi Borobudur dan Prambanan ada

Kraton Ratu Boko, Sleman, Yogyakarta, 12 Januari 2012.

Kamis, 12 Januari 2012

MALAM TAHUN BARU DI KOTAKU

Oleh : Margita Widiyatmaka

Dimalam Tahun Baru, aku tak bisa bersembunyi di kamar gelap
tak mampu bertahan di keheningan sendiri tanpa sanak-kerabat
di tengah kekhawatiran hujan lebat bagi perhelatan tahun berganti
yang dinanti-nanti orang seluruh negeri, khususnya anak muda generasi "happy"

Dimalam Tahun Baru, jam sebelas  kuputuskan keluar rumah
kayuh sepeda tembus keramaian dan kemacetan kota
susuri jalan, trotoar, pedagang kaki lima, panggung hiburan, maupun lesehan
berkali-kali terhenti letupan petasan maupun luncuran kembang api warna-warni
dar ... dar ... dar ... sossssssssssssss ... pyarrrrrrrrrrrrrrrrrrr
dar ... dar ... dar ... sossssssssssssss ... pyarrrrrrrrrrrrrrrrrrr
dar ... dar ... dar ... sossssssssssssss ... pyarrrrrrrrrrrrrrrrrrr
tak perlu kemenyan atau dupa terbakar, kembara jiwa terkabar di langit
lampiaskan harapan yang terkapar dan terjepit didalam kenyataan yang sulit melilit
berkali-kali terhenti tak bisa bergerak ditengah ombak lautan anak muda generasi "bunga"
yang terjebak tak bisa ke mana-mana
semua lambat merayap, bagaikan gerombolan semut terjerat gula
semua berharap rindukan zamrud khatulistiwa, aman-sentausa, tidak kurang suatu apa
dari Jalan Solo goyangan dangdut berdendang; sampai Kotabaru, nyanyian jiwa rock terhidang
lewat Gondolayu menuju Tugu, ke selatan sampailah di Titik Nol, nikmati tontonan wayang kulit
adegan "Buto", diakhiri "Pepeling" dari Dalang dan Sinden untuk sembahyang
aku pun pulang, tidurkan mimpiku yang menjulang dan masih panjang

Yogyakarta, 1 Januari 2012

Jumat, 06 Januari 2012

KHAWATIRKU PADA MERAPI

by : Margita W.

saat ada orang yang menabur angin di lereng Merapi, khawatir aku
dikejar badai yang tak pernah lesu bergerak
kali ini hamparan tanah kuinjak, kali lain
barangkali cadas kutabrak

aih ... !
diatas khawatir aku mesti yakin, suatu ketika masyarakat 'kan bijak
bukan saja pasang batu dari Merapi, jadilah candi--kandang macan yang abadi; melainkan pegang emas
yang panas lalu dingin, yang berkias lalu ingin, yang dipasang
di bumi beringin dengan api dingin dari Merapi bergunung batin!

khawatirku pada Merapi, kalau-kalau
        melempar batu, meludah api
                   sembunyi tangan
                   mulut bungkam
naudzubillahimindalik!

aih ... !
khawatirku dilukis Tuhan
di atas kanvas langit, alif dibengkokkan!
subhanallah!

                                                        Borobudur, Nopember 1988.

Pemandangan Alam  diambil fotonya dari atas Candi Borobudur


Koleksi Diorama : Museum Mini di komplek Candi Borobudur