Oleh : Margita Widiyatmaka
Saudaraku memang air mata
sudah dibantu sedemikian rupa sehingga, rupa-rupanya masih me-
nggantungkan kemurahan Sang Bapa, yang kaya kue--kuenya habis
dibagi rata, yang kaya kasih--kasihnya tersimpan dalam doa
Saudaraku bernama Luh Juwita
kebebasannya terbatas pada kaca, dan usia mudanya dirampas oleh
rasa terpaksa
Saudaraku Luh Juwita
waktu aku masih kecil sering mendongeng tentang seorang pemuda
dusun, pencari kayu bakar, yang dapat menyelamatkan seorang Puteri
Raja--pelarian dari Negeri Daha yang sedang dilanda kudeta
dalam dongeng itu, akhirnya keduanya berikrar untuk hidup tegar
seakar-sejiwa di tengah api yang sedang berkobar
Saudaraku Luh Juwita
air matanya yang ungu masih tersisa di langit biru
menjadikan aku haru mengenangmu
Yogyakarta, Maret 1991.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar