Rabu, 06 Maret 2013

JAKARTA UNDER WATER




Jakarta lupa nama kelahirannya
pohon-pohon buah  berubah jadi tiang-tiang beton
rawa-rawa, sawah dan sungai berubah jadi rumah tinggal menjuntai
air langit kebingungan mencari jalan pulang menuju bumi maupun laut
para penyair kehilangan kota yang mereka khayalkan sebagai kota zamrud

Tak perlu cemberut mengapa air tak lekas surut
bahkan menenggelamkan semua milikmu yang dulu kaurebut
atau berkata apatis :
“namanya air, toh nanti juga surut!”
atau berkicau :
“cuaca kacau!”

Diamlah kau, yang bicara karena kepentinganmu!
tak pernah engkau tara
dan keserakahanmu lebih dari yang engkau kira
hutan tak dapat kaucetak
hujan tak dapat kautolak
bersama air gunung dan laut
menenggelamkanmu lebih dari selutut
wajahmu compang-camping jadi tak patut

Kita tiup peluit
peringatan cinta atas negeri yang sakit
dari pusat kota sampai ke Pluit, Jakarta Utara
jiwa kita menangis tak berdaya

Kondisi langit semakin mendung
anak-anak bermain air tanpa rasa khawatir
tenggelam terseret banjir atau disambar petir
orang-orang tua takut kehilangan hartanya
bertahan di rumah tergenang ditengah dinginnya kota
akankah terus bergini dari tahun ke tahun, dari waktu ke waktu?
harta dihimpun dan akhirnya dibuang ke situ
tak pernah ingat anak-cucu, atau menjadi sesuatu!

 Yogyakarta, Januari 2013.

3 komentar: